Stockholm –
Perubahan iklim memicu tren ‘coolcation’ di Eropa, dengan banyaknya wisatawan yang berbondong-bondong mengunjungi destinasi yang lebih sejuk. Apakah ini akan menjadi model pariwisata baru?
Menurut DW, Visit Sweden pada Rabu (17/9/2024), badan promosi dan pemasaran pariwisata Swedia, mewaspadai tren pariwisata di tempat yang lebih dingin. Mereka menyebutnya ‘pendinginan’.
Hingga saat ini, turis Eropa adalah pemburu matahari. Mereka bersemangat menghabiskan waktu di bawah sinar matahari selama liburan.
“Waktu untuk mengejar matahari dan menahan panas sudah berakhir,” tulis asosiasi tersebut.
Visit Sweden menjelaskan, tren ini muncul ketika suhu ekstrem melanda Eropa selatan akibat perubahan iklim.
Selain Visit Sweden, agen promosi pariwisata Norwegia Visit Norwegia juga menyadari tren “coolcation”. Mereka menyarankan wisatawan untuk menghindari panasnya sinar matahari dengan mengunjungi daerah yang lebih sejuk.
“Lari dari panas terik dan pergilah ke utara (Eropa) untuk liburan musim panas yang sejuk!” ungkapnya dalam pengumuman tersebut.
Akibat perubahan iklim, cuaca yang lebih hangat akan terasa di destinasi di kawasan Mediterania. Spanyol dan Italia akan mengalami dua tahun terpanas pada tahun 2022 dan 2023. Demikian pula Yunani yang juga pernah mengalami cuaca panas, kekeringan, dan kebakaran hutan.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Komisi UE tahun lalu mengungkapkan bahwa perubahan suhu kemungkinan besar mempengaruhi pariwisata. Penelitian ini membahas dampak perubahan iklim terhadap pariwisata di Eropa hingga tahun 2100. Kenaikan dan penurunan permintaan wisatawan di wilayah utara dan tengah. Di antara wisatawan dari wilayah selatan, petunjuk Panas ditinggalkan oleh wisatawan
Negara-negara “panas” seperti Spanyol, Yunani, Italia, dan Portugal diperkirakan akan mengalami penurunan pendapatan pariwisata yang signifikan. Sementara itu, negara-negara “dingin” seperti Denmark, Finlandia, Irlandia, Swedia, dan Inggris diperkirakan akan mengalami pertumbuhan pariwisata yang signifikan.
Hasil survei yang dilakukan European Travel Commission (ETC) menunjukkan bahwa suhu panas membuat wisatawan enggan melakukan perjalanan. 74% responden mengatakan mereka sedang beradaptasi dengan krisis iklim.
Namun, para ahli memperkirakan tidak ada bukti kuat bahwa wisatawan secara umum mengubah perilaku perjalanan mereka, khususnya wisatawan Jerman. Belum ada indikasi jelas bahwa mereka akan pindah ke destinasi liburan yang lebih sejuk.
Tahun lalu, terdapat sekitar 65 juta wisatawan Jerman yang berlibur, sementara hanya 3,6 juta yang berlibur ke wilayah utara seperti Denmark, Finlandia, Swedia, dan Norwegia. Cuaca yang hangat masih menjadi salah satu alasan wisatawan Jerman berbondong-bondong ke Spanyol, Italia, Yunani, Kroasia, dan Turki sebagai destinasi favorit mereka.
Di seluruh Eropa, destinasi di Eropa Selatan adalah yang paling populer, dengan 300 juta wisatawan memilih Eropa Selatan untuk liburan mereka tahun lalu, dibandingkan dengan hanya 80 juta wisatawan di Eropa Utara, menurut ETC.
Meskipun negara-negara Skandinavia mengalami peningkatan jumlah wisatawan, hal ini juga terjadi di negara-negara seperti Spanyol dan Italia. Meskipun terjadi gelombang panas, baik kunjungan ke Swedia maupun kunjungan ke Norwegia tidak dapat mengkonfirmasi tren “pendinginan”.
Juru bicara Visit Sweden, Sabine Klautzsch, mengatakan sulit untuk menentukan apakah permintaan liburan di wilayah yang lebih dingin telah meningkat. Sementara itu, Margaret Helgebostad dari Visit Norwegia menunjukkan faktor-faktor lain yang menarik wisatawan ke Norwegia, seperti nilai tukar yang menguntungkan dan pemasaran yang baik.
Peter Gelmann, kepala Institut Kenyamanan dan Pariwisata (IFT) di Wina, berpendapat bahwa “penenangan diri” hanyalah taktik pemasaran. Sebab, belum ada bukti konkrit yang berarti.
Keinginan akan kondisi serupa memunculkan ide ini. Eropa Utara dan kawasan Alpen bisa menjadi alternatif jika suhu di kawasan Mediterania terlalu panas, ujarnya.
Pakar pariwisata Martin Lohmann mengatakan perlu waktu puluhan tahun agar liburan bisa berubah akibat perubahan iklim.
“Kita masih jauh dari hal itu, namun aspek ini berpotensi menjadi penting di masa depan,” kata Martin. Simak video “Bus yang membawa 58 anak TK dibakar di Tol Vioto Viono” (wsw/fem)