Jakarta –
Akibat hebohnya meninggalnya PPDS (Program Pendidikan Dokter Swasta) Universitas Diponegoro, banyak kesaksian adanya pelecehan di bidang medis. Meski pihak keluarga membantah penyebab kematiannya adalah bunuh diri, namun hal tersebut disebut-sebut sudah berlangsung lama.
(G), kesaksian seorang warga (calon ahli) di salah satu universitas di luar Pulau Jawa menunjukkan betapa sulitnya menghilangkan budaya pelecehan tradisional di PPDS. Namun saat masuk, G sudah mengeluarkan uang puluhan juta rupee untuk hiburan saja, seperti pesta kedatangan orang baru.
Acara semacam ini tidak terlalu disukai kaum muda, tapi sebaliknya. “Festival kuliner lokal, biayanya bisa Rp 30-80 juta, yang mencakup orang-orang baru yang cocok, biasanya 2-4 orang,” kata G saat dihubungi detikcom, Sabtu (17/8/2024).
Tidak ada yang berani menolak. Warga menerima permintaan tersebut dengan harapan tidak ada gangguan terhadap pendidikan mereka yang disebut PPDS. Tak heran jika uang yang dikeluarkan begitu besar. Kaum muda wajib mengikuti keinginan para senior mengenai lokasi agenda, makanan, dan kebutuhan hiburan lainnya, termasuk band, penyanyi, sound system, cetakan undangan, bahkan poster.
“Untuk memilih tempat food festival kita juga harus ditanya, dan kita akan menyiapkan daftar tempat beserta gambar, perbandingan harga, dan lain-lain.” katanya.
“Kalau ucapannya di akhir tahun, berarti Natal, dan biayanya lebih mahal lagi, karena mengundang seluruh dosen atau pakar di daerah, dan ada juga yang ditukarkan bingkisan. juga sering beli oleh-oleh dan tidak ditukarkan,” ujarnya.
Beli tiket pesawat dan seminar
Diakui G, pengeluaran luar biasa terkait PPDS lebih banyak dihabiskan untuk kebutuhan “keluarga”. Kriteria yang digunakan untuk kebutuhan kolektif dan individu PPDS selama proses pembelajaran. Sayangnya, kebanyakan dari mereka lagi-lagi bermanfaat bagi orang lanjut usia.
Biaya yang dikumpulkan untuk pemuda selama enam bulan penuh pun tak main-main, bisa mencapai ratusan juta rupee.
Ini termasuk pengeluaran departemen seperti kotak air, galon air, berbagai jenis kopi dan teh, bola busa toilet, perlengkapan pembersih, bola lampu, pembelian ratusan botol plastik dengan ukuran berbeda, dll. “Kami menggunakannya bersama-sama, tapi kebanyakan konsul dan orang tua menikmatinya.
“Penyelenggaraan ratusan juta itu hanya 6 bulan. Jadi kami juga menekankan, ini mencakup biaya pemesanan tiket pesawat, pendaftaran seminar, serta biaya cinderamata dan hiburan untuk konsultan saat seminar di luar kota,” ujarnya. melanjutkan pidatonya.
Hal ini jelas berdampak pada kondisi keuangan G, meski beruntung orang tuanya masih mampu menanggung biaya pendidikan warga, namun pada suatu waktu uang semesternya hampir tidak terbayar.
“Aku hampir kuliah,” katanya.
Berikutnya: Stres mental yang memerlukan pengobatan
Saksikan video “IDI tentang Dokter Diduga Bunuh Diri: Pentingnya Kesehatan Jiwa pada Peserta PPDS” (naf/up)