Jakarta –

Andreas, pengacara firma hukum Eternity Global, mendatangi kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait dugaan kepemilikan properti milik Direktur Bea dan Cukai Purwakarta Rahmadi Effendi Hutahaeanu (REH). Andreas mendatangi Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk membuat laporan.

Klien Andreas Wiant Tirtasson dan REH berkolaborasi antara tahun 2017 dan 2022. Andreas mengaku khawatir pekerjaan kliennya merupakan bagian dari tindak pidana korupsi terhadap pejabat bea dan cukai.

Ia berharap Kementerian Keuangan tidak hanya memberikan sanksi administratif, tapi juga menelusuri sumber uang REH. Andreas menilai sudah saatnya Kementerian Keuangan melakukan pembenahan jajarannya.

“Surat tersebut kami kirimkan ke Inspektorat Utama Kementerian Keuangan untuk dilakukan penyidikan. Itu sebabnya pesan kami adalah ini. Kami berterima kasih kepada Kementerian Keuangan karena telah menarik posisi ini, namun kami perlu mencari tahu dari mana uang ini berasal.” ujarnya kepada awak media Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024).

Andreas menuding REH tidak melaporkan kekayaannya dalam laporan kekayaan negara tahun 2022. Menurut Andreas, LHKPN REH terakhir dilaporkan memiliki aset sebesar Rp6,5 miliar per 31 Desember 2022. Sebelumnya, masing-masing entitas memiliki aset sebesar Rp5,6 miliar, Rp4,9 miliar, dan Rp3,5 miliar.

REH disebut-sebut telah memberikan modal kerja sebesar 7 miliar rupiah kepada kliennya, namun contact person tidak setuju. REH sebelumnya mendatangi Polda Metro Jaya dan menjelaskan dugaan memiliki aset senilai 60 miliar rupiah. Ia menegaskan, uang adalah aset perusahaan, bukan milik pribadi.

“Rp 60 miliar itu hanya hasil usaha yang dijalankan keluarganya, makanya dikeluarkan R60 miliar. Namun yang menjadi permasalahan, modal yang diberikan kepada kami sebesar Rp 7 miliar itu saat ini tidak diakui, hal ini menunjukkan bahwa REH diduga tidak mengetahui bahwa saudaranya memiliki stempel notaris: “Dan ini juga tanda tangannya,” jelasnya.

Di sisi lain, istri REH memiliki 40% saham perseroan atau sekitar Rp24 miliar dari total nilai perseroan Rp60 miliar. Ia kemudian menanyakan apakah LHKPN sudah diberitahu berapa besaran nominalnya.

“Tapi kami cek ke AHU (Kantor Hukum Umum), ternyata saham istrinya di AHU 40%. Kami menemukan 60 miliar rupiah justru diambil dari uang perusahaan, sedangkan 40%nya adalah 24 miliar rupiah. LHKPN’ ‘Sudah terdaftar atau belum? Apakah bisnisnya terdaftar atau tidak? Apalagi ini perusahaan pupuk ekspor-impor, jadi kami khawatir.”

Andreas juga menyatakan kliennya diminta melakukan transfer ke beberapa perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan bisnis tersebut. REH didakwa meminta kliennya mentransfer Rp 3,4 miliar.

“Kami tidak punya masalah dengan lembaga pemerintah atau pelanggan kami, tidak dengan lembaga pemerintah. Tapi setelah warga teliti mendalami hal ini, saya menemukan pelanggaran, LHKPN tidak jelas. Yang bersangkutan mengatakan kenapa laporan LHKPN dimunculkan ya karena “uang Rp7 miliar itu dari mana,” tutupnya.

(ily/das)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *