Jakarta –
Read More : Zaskia Sungkar Menyusui Anak Adopsi Tanpa Hamil, Apa Itu Induksi Laktasi?
Peristiwa cuaca ekstrem baru-baru ini terjadi sebagai akibat dari pemanasan global. Tahun lalu, para ilmuwan menggambarkan bulan Juli sebagai suhu terpanas dalam sejarah pemanasan global.
Melihat hal tersebut, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan situasi di Tanah Air bukan lagi pemanasan global. Namun, hal ini telah meningkat menjadi ‘masakan global’.
Ia merujuk pada laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Copernicus Climate Change Service Komisi Eropa yang menyebutkan Juli 2023 merupakan bulan terpanas sepanjang sejarah dunia.
“Periode pemanasan global telah berakhir dan periode pemanasan global telah tiba,” kata Guterres di situs PBB, mengutip konferensi pers yang digelar pada Agustus 2023.
Diperkirakan suhu global akan sangat tinggi pada tahun 2024. Observatorium Iklim Uni Eropa (UE) Copernicus Climate Change Services menyatakan bahwa April 2024 akan lebih hangat secara global dibandingkan April tahun-tahun sebelumnya.
Suhu tertinggi di atas rata-rata terjadi di kawasan Eropa Timur. Di luar Eropa, suhu tertinggi tertinggi terjadi di Amerika Utara bagian utara dan timur laut, Greenland, Asia bagian timur, Timur Tengah bagian barat laut, sebagian Amerika Selatan, dan sebagian besar Afrika.
Meskipun sebagian wilayah Asia Selatan dan Tenggara, mulai dari Bangladesh hingga Vietnam, terkena dampak panas ini, di bagian selatan Brasil, Uni Emirat Arab, dan negara-negara Afrika Timur seperti Kenya dan Tanzania juga terkena dampak banjir terparah. Tonton video “Gelombang panas ‘memanaskan’ Eropa, angka kematian meningkat 30%” (kna/kna)