Aku pukul –
Banyak wisatawan yang mengeluhkan mengenai lahan parkir di lokasi wisata Tabanani Jatiluwih (DTW). Lahan parkir dan akses menuju persawahan sempit dan tidak luas.
Putra Mahkota Tabanan I Komang Gede Sanjaya mengakui, tempat parkir di Jetilwaya terbatas. Menurut Sanjaya, keluhan tersebut muncul akibat meningkatnya kunjungan wisatawan di kawasan Jatilaviya.
Menurut dia, ruas jalan tersebut awalnya tidak diperuntukkan sebagai jalan umum. Jalan tersebut hanya digunakan oleh petani yang berkunjung ke lahan pertanian.
“Nenek moyang jaman dulu tidak menyangka kalau ada bus. Ini memang jalan subak. Kalau tidak ada jalan subak ya besar, pasti kecil,” kata Sanjaya di sela-sela pembukaan Jatilaviya. . Festival, Sabtu (6/7) akhir pekan lalu.
Saat ini, tempat parkir mobil DTW Jatiluwih hanya mampu menampung beberapa kendaraan dan 400-500 wisatawan per hari. Ia pun membandingkannya dengan kapasitas parkir DTW Tanah Lot dan DTW Ulun Danu Beratan yang mampu menampung 7.000 hingga 8.000 wisatawan dalam sehari.
Pelebaran jalan Jatiluwih dan pembukaan tempat parkir tidak bisa dilakukan begitu saja. Pasalnya UNESCO telah menetapkan kawasan ini sebagai Situs Warisan Dunia.
“Masalah parkir sudah kita ketahui sejak lama. Makanya saya bilang parkir di sini tidak sembarangan, karena itu warisan,” imbuh politikus PDIP itu.
Sanjaya berjanji akan membahas permasalahan parkir di DTW Jatiluwih. Ia berharap kawasan persawahan bisa lebih banyak menampung wisatawan seperti DTW Tanah Lot dan Ulun Danu Beratan.
“Estongkara, kami sedang mengatur pertemuan dengan masyarakat di sini,” ujarnya
Sanjaya mengatakan akan mengatur pengembangan kawasan Subak Jatilvia agar status UNESCO tidak dicabut dan tetap dipertahankan.
Bangunan yang berada di tengah situs budaya dunia jelas tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan UNESCO. Ia berencana membahas kembali masalah ini dengan tokoh adat dan operator pariwisata setempat.
“Jika diselesaikan, saya yakin warisan UNESCO ini bisa kita lestarikan. Tinggal kita perbaiki saja, sedikit bersabar,” jelasnya.
DTW Jatiluwih I berdiri di depan prasasti Purana yang bernilai tiga perak. Ia berharap pengembangan kawasan tersebut dikelola sesuai regulasi untuk mempertahankan status UNESCO. Menurutnya, penetapan World Heritage inilah yang membuat wisatawan berbondong-bondong datang ke Jetilvia.
“Pertama, kita akan buat konsensus lokal antara kepala desa adat, Parbakli, Pakasa dan seluruh masyarakat yang tinggal di desa ini. Kita akan mengadakan afromani (diskusi) bersama, kemudian kita sampaikan ke pemerintah kabupaten (Tbanan). ),” kata pria yang akrab disapa John itu.
——–
Artikel ini dimuat di situs detikBali. Saksikan video “Jatiluwih Festival 2024 hadirkan beragam kuliner dan budaya” (wsw/wsw)