Jakarta –

Indonesia telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi yang ambisius sebesar 8% pada tahun 2025-2029. Sektor pariwisata diharapkan menjadi salah satu pilar utama yang mendukung visi tersebut.

Pertanyaannya adalah sejauh mana tujuan dan langkah yang dirumuskan saat ini memadai bagi pariwisata untuk menjadi faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Tantangan terkait PDB pariwisata dan target devisa

Dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (MPND) yang akan diterbitkan pada tahun 2025, target kontribusi sektor pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) akan ditingkatkan secara bertahap dari 4,6% pada tahun 2025 menjadi 5% pada tahun 2029. Namun di sisi lain, target devisa sektor ini juga dipatok sebesar $32 miliar pada tahun 2029.

Meski tampak realistis, namun tantangan ini masih jauh lebih kecil dibandingkan negara tetangga Indonesia seperti Vietnam yang menyatakan kontribusi pariwisata terhadap PDB nasionalnya bisa melebihi 15%, Filipina 8,6%, dan Thailand 7,24. %.

Data terakhir menunjukkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) di Indonesia sebanyak 13 juta per tahun, dengan rata-rata pengeluaran per wisatawan sebesar $1.200, menghasilkan devisa sekitar $15,6 miliar.

Untuk mencapai USD 32 miliar pada tahun 2029, jumlah kedatangan wisatawan asing perlu ditingkatkan menjadi 20 juta per tahun dengan biaya rata-rata sebesar USD 1,600.

Dapatkah sektor pariwisata memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional melalui tujuan ini?

Nilai devisa pariwisata sebesar USD 32 miliar pada tahun 2029 menunjukkan bahwa sektor ini perlu bergerak jauh lebih agresif dibandingkan saat ini.

Namun jika dibandingkan dengan kebutuhan devisa sektor pariwisata untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 8% atau sekitar Rp 3,741 triliun (atau sekitar USD 250 miliar) selama lima tahun, kontribusi pariwisata berdasarkan target yang ditetapkan Kementerian Pariwisata disebutkan. di atas masih tampak relatif kecil.

Kondisi ini menunjukkan bahwa target devisa sebesar USD 32 miliar pada tahun 2029 belum cukup untuk menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor utama penyumbang pertumbuhan ekonomi.

Agar pariwisata menjadi industri strategis, harus mengalami perubahan yang signifikan, baik dari segi jumlah wisatawan maupun kualitas pengeluarannya. Selain pariwisata yang berkualitas.

Sebagaimana ditentukan pada akhir tahun 2024, mengingat kompleksitas tantangan pariwisata global, setidaknya terdapat 25 tantangan terkait bekerja di industri pariwisata di Indonesia pada tahun 2025 yang dapat menentukan masa depan pariwisata. Meskipun pemulihan perekonomian sektor ini pasca pandemi Covid-19 mulai terlihat, namun kompleksitas permasalahan yang dihadapinya memerlukan perhatian serius, kebijakan strategis, dan kerja sama lintas sektor.

Artikel ini mencoba mengulas secara singkat 25 tantangan utama yang akan dihadapi pariwisata Indonesia pada tahun 2025, berdasarkan catatan rapat koordinasi pra-nasional Kementerian Pariwisata tahun 2024 dan berbagai publikasi UN-Tourism, World Economic Forum, Bappenas dan BPS Pariwisata adalah: 1 . Membangun kembali setelah pandemi COVID-19

Pada tahun 2024, Indonesia akan mencatat kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) sebanyak 10 juta orang, jauh di bawah angka sebelum pandemi sebesar 16 juta orang. Namun perjalanan wisatawan domestik mendominasi yang jumlahnya mencapai 825 juta pada tahun 2023.

Diversifikasi produk wisata menjadi kunci pemulihan perekonomian, terutama dalam kaitannya dengan peningkatan daya saing global, sekaligus fokus pada penguatan pasar domestik2. Ketimpangan sebaran wisatawan

Bali mendominasi dengan 45% kunjungan internasional, sedangkan Maluku dan Papua hanya menerima kurang dari 3% wisatawan. Ketimpangan ini meningkatkan potensi risiko pariwisata berlebihan di Bali, sekaligus menghambat pengembangan destinasi wisata alternatif.

Pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur dan promosi di wilayah lain di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.3. Transformasi menuju pariwisata berkelanjutan

Hanya 30% destinasi wisata yang menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Permasalahan sampah plastik dan emisi gas rumah kaca masih menjadi masalah kritis di banyak lokasi terkemuka di Indonesia, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Prioritas harus diberikan pada kebijakan yang mempromosikan pengelolaan limbah dan energi hijau.4. Meningkatkan kualitas personel di bidang pariwisata

Sebanyak 60% pekerja di bidang pariwisata tidak mendapatkan pelatihan sesuai standar internasional. Kurangnya pengetahuan bahasa asing seperti Mandarin dan Inggris menjadi kendala dalam melayani pasar global. Berinvestasi dalam pelatihan dan sertifikasi merupakan langkah strategis yang perlu5. Digitalisasi pusat wisata

Hanya 40% UKM di industri pariwisata yang sudah beralih ke digital, dibandingkan dengan 75% di Bali. Badan usaha di daerah perlu didukung dengan pelatihan teknologi untuk meningkatkan efisiensi operasional dan akses ke pasar internasional. Tidak ada koneksi antardaerah

Hanya 35% kawasan wisata prioritas yang memiliki aksesibilitas lalu lintas yang memadai. Wilayah timur Indonesia seperti Sulawesi, Papua, dan Maluku masih membutuhkan konektivitas yang lebih besar untuk meningkatkan pengembangan destinasi baru.7. Kurangnya diversifikasi produk pariwisata

Sebanyak 70% wisatawan mancanegara mengunjungi Bali sendirian. Wisata kuliner, medis dan event belum sepenuhnya berkembang. Inovasi produk seperti ekowisata, wisata warisan budaya, dan wisata religi harus diperkuat untuk menarik pasar yang lebih luas.8. Kesadaran akan pariwisata nomaden digital

Permintaan terhadap destinasi ramah digital nomad semakin meningkat, namun infrastruktur di luar Bali masih sangat terbatas. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan visa khusus dan fasilitas pendukung untuk menarik pasar ini.9. Tantangan terkait risiko over-tourism di Bali

Sebagai tujuan wisata utama, Bali menghadapi tekanan infrastruktur dan risiko kerusakan lingkungan. Strategi untuk mengurangi kuota wisatawan dan mempromosikan destinasi alternatif harus segera dilaksanakan 10. Pengelolaan sampah di destinasi wisata

Sebanyak 65% destinasi wisata utama di Indonesia belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang efektif. Program edukasi pariwisata dan perbaikan infrastruktur pengelolaan sampah menjadi prioritas untuk mendukung pariwisata berkelanjutan 11. Aksesibilitas perjalanan untuk semua orang

Hanya 25% tempat yang ramah bagi wisatawan berkebutuhan khusus. Indonesia perlu belajar dari Thailand dan Malaysia untuk meningkatkan aksesibilitas ke segala arah.12. Regulasi dan legalitas penyelenggaraan usaha kecil dan menengah di industri pariwisata

Sebanyak 40% usaha kecil dan menengah di bidang pariwisata beroperasi tanpa izin resmi. Untuk meningkatkan daya saing perusahaan kecil dan menengah, perlu dilakukan penyederhanaan birokrasi dan sertifikasi perusahaan 13. Perlindungan warisan budaya dan alam

Situs Warisan Dunia UNESCO seperti Candi Borobudur memerlukan program perlindungan berkelanjutan terhadap ancaman kehancuran akibat pariwisata berlebihan dan urbanisasi. Strategi pelestarian masyarakat dan pembatasan jumlah pengunjung merupakan solusi jangka panjang 14. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan muslim

Wisatawan muslim dengan latar belakang wisata berbeda belum dikelola secara maksimal, padahal Indonesia menempati peringkat pertama GMTI 2023. Oleh karena itu, untuk pengembangan pariwisata muslim dunia, pengembangan destinasi wisata populer di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara harus ditingkatkan. pasar wisata .15 . Keamanan dan kenyamanan wisatawan

Indonesia menempati peringkat ke-50 dalam indeks keamanan pariwisata global. Penegakan dan pelatihan personel polisi wisata merupakan langkah kunci untuk menjamin rasa aman di destinasi wisata dan mengurangi risiko gangguan dari wisatawan yang kasar 16. Pembatasan pariwisata, penanganan bencana alam di destinasi wisata

Sebanyak 40% destinasi wisata utama berada di kawasan rawan bencana. Protokol mitigasi bencana untuk masing-masing destinasi harus dikembangkan untuk melindungi wisatawan dan masyarakat lokal.17. Beradaptasi dengan perubahan iklim

Kenaikan muka air laut mengancam wilayah pesisir seperti Kepulauan Seribu. Untuk mengatasi dampak perubahan iklim, pariwisata teknologi ramah lingkungan harus menjadi prioritas18. Dana wisata

Alokasi anggaran pariwisata di Indonesia hanya 3% dari APBN, jauh lebih kecil dibandingkan Thailand (7%). Dana Pariwisata (Indonesian Tourism Fund) merupakan hal penting yang perlu segera dilaksanakan.19. Kesenjangan dalam pariwisata antar daerah

Bali, Jakarta dan Yogyakarta menyumbang 75% kunjungan internasional. Pemerataan pembangunan destinasi di luar Jawa dan Bali masih perlu ditingkatkan 20. Transformasi digital pelaku UMKM

Hanya 40% UKM yang menggunakan platform digital, sementara 80% wisatawan asing mengandalkan teknologi untuk mengambil keputusan perjalanan. Pelatihan mengenai transformasi digital harus diprioritaskan 21. Kerja sama antarlembaga

Kurangnya integrasi data antarkementerian menghambat efektivitas kebijakan. Solusi yang memungkinkan terjadinya sinergi strategi lintas sektoral dalam pelaksanaan program yang disusun bersama adalah sistem data wisatawan nasional yang terpadu 22. Pendidikan pariwisata ramah lingkungan

Sebanyak 70% wisatawan domestik belum memahami prinsip ekowisata. Kampanye pendidikan yang berfokus pada destinasi wisata harus diperluas.23. Perluasan pasar wisatawan asing

Ruang lingkup promosi pariwisata internasional tidak hanya fokus menjangkau wisatawan mancanegara seperti Tiongkok, Australia, atau Malaysia.

Indonesia harus lebih agresif melakukan penetrasi, misalnya pasar wisatawan Eropa dan Amerika, yang hanya mewakili 18% dari seluruh kedatangan wisatawan, dan juga harus mempromosikan negara-negara Asia Timur, Timur Tengah, dan Afrika24. Pengembangan wisata MICE

Indonesia menduduki peringkat ke-12 dalam hal pariwisata MICE di Asia. Meningkatkan kapasitas dan mempromosikan acara-acara internasional dapat memperkuat posisi ini 25. Program insentif kompetitif di bidang pariwisata

Privatisasi dan personalisasi kursus menjadi tren baru. Indonesia harus beradaptasi dengan kebutuhan pariwisata agar tetap kompetitif secara global. Program insentif untuk pariwisata yang kompetitif, seperti tiket murah, akomodasi dan transportasi, harus terus dilaksanakan.

Dengan menghadapi dan mengatasi tantangan-tantangan tersebut, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai destinasi pariwisata global yang kompetitif, inklusif, dan berkelanjutan.

Strategi terpadu dan pola pikir transformasi adalah kunci untuk mencapai potensi tertinggi sektor pariwisata pada tahun 2025. Bekerja keras untuk mencapai tujuan

Ringkasnya, target kontribusi terhadap PDB sebesar 5% dan devisa sebesar USD 32 miliar pada tahun 2029 berpotensi tidak cukup untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi 8% seperti yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Oleh karena itu, Kementerian Pariwisata dan pihak terkait harus menyusun strategi yang lebih agresif yang bertujuan untuk meningkatkan waktu yang dihabiskan wisatawan di destinasi wisata.

Jika tidak, sektor pariwisata tidak akan cukup penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan negara ini.

——

Artikel ini ditulis oleh Taufan Rahmadi, pakar strategi pariwisata nasional. Saksikan video “Tantangan dan peluang industri tembakau dalam kebijakan baru” (wsw/wsw)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *