Jakarta –

Beberapa profesor pangan dan kimia dari beberapa universitas ternama di Indonesia menanggapi kebijakan pelabelan BPA pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon polikarbonat (PC). Banyak pihak yang menyatakan liter polikarbonat masih aman dikonsumsi masyarakat, menurut Food and Drug Administration (FDA).

Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Hardinsyah, MS menegaskan BPA pada bahan PC galon tidak akan berbahaya jika tidak melebihi batas migrasi yang ditetapkan BPOM.

“Jika melihat sejarah, selama ini belum ada migrasi BPA pada galon PC yang melebihi batasan BPOM,” kata Hardinsyah melalui keterangan tertulis Selasa (23/7/2024).

Ia meyakini pelabelan BPA pada AMDK hanya berfungsi untuk mengedukasi konsumen dan produsen agar bisa mengolah seluruh kemasan makanan sesuai aturan, bukan hanya galon PC.

“Sama halnya dengan kandungan gula, garam, dan lemak yang tertera pada label pangan. Jadi hanya memberikan edukasi dan semua jenis kemasan pangan harus diberi label,” kata Ketua Dewan Direksi (MWA) IPB ini.

Ia menambahkan, pelabelan ini harus dilakukan dengan riset yang kuat. Sebab, penelitian yang dilakukan selama ini terhadap liter PC dikhawatirkan hanya terbatas pada kemasan tertentu saja.

Jadi sebenarnya pendidikan lagi. Jadi pentingnya mengedukasi masyarakat lebih detail dan tidak menakut-nakuti mereka, ujarnya.

“Memang kajiannya harus dilakukan secara keseluruhan. Karena kajian di beberapa tempat belum bisa menyimpulkan mewakili keseluruhan paket,” tegasnya.

Guru Besar sekaligus Peneliti Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Dr. Nugraha E. Suyatma, STP, DEA pun mengaku tidak sependapat dengan pihak yang menyebut meminum air kemasan dalam satu liter PC berbahaya bagi kesehatan.

Menurut dia, liter-liter tersebut telah diuji residu BPA sebelum didistribusikan. Tak hanya itu, migrasinya juga sudah teruji oleh pabriknya dan sudah memiliki standar keamanan pangan.

“Jadi galon air berbahan polikarbonat relatif aman digunakan,” kata Nugraha.

Ia mengungkapkan, sudah lama tidak setuju dengan pemberian label BPA pada galon PC.

“Soal label ini sebenarnya saya selalu tidak setuju karena agak tidak adil. Karena hampir semua plastik memang ada bahayanya,” jelasnya.

Daripada memberi label BPA, saya setuju bahwa BPOM sebaiknya meningkatkan pengawasan pra-pasar. Sebab, batasan migrasi bahan kimia berbahaya pada kemasan pangan juga telah diatur dalam kebijakan BPOM.

Artinya, pengawasan pra-pasar perlu diperkuat, ujarnya.

Menurut dia, tingkat pembatasan imigrasi menjadi kata kunci yang harus diperhatikan. Jika levelnya masih dibawah batas maksimal migrasi berarti masih aman digunakan. Namun jika melebihi batas migrasi maka galon tersebut tidak dapat digunakan.

“Intinya yang perlu diutamakan adalah pengawasan pra pasar,” tegasnya.

Guru Besar Keamanan Pangan dan Gizi Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB, Prof. Dr. pergi Ahmad Sulaeman, MS, C.Ht juga mempertanyakan alasan dibalik keharusan pelabelan BPA.

“Saya menanyakan hal ini karena juga akan membingungkan masyarakat. Saya khawatir kebijakan ini akan membuat masyarakat dehidrasi karena takut dengan label ini, terutama masyarakat yang terbiasa mengonsumsi air dari wadah PC,” ujarnya.

Ia mengatakan, orang yang nyaman dengan air minum PC-galon belum tentu nyaman dengan jenis air minum lainnya. Hal ini juga dapat mengurangi asupan air sehingga menyebabkan dehidrasi.

Karena sebagian masyarakat sudah terbiasa meminum air PC berliter-liter yang dianggap aman bagi kesehatan. Saya setuju pemerintah melakukan pemeriksaan keselamatan agar masyarakat terlindungi. Tapi jangan diskriminatif, kata Ahmad.

Ia pun mempertanyakan kebijakan BPOM yang hanya mewajibkan pemberian label BPA pada galon PC.

“Kenapa wadah lain tidak diberi label, seperti wadah makanan kaleng yang juga mengandung BPA? Bukan hanya yang mengandung BPA, PET galon dan lain-lain yang seharusnya juga mengandung bahan kimia berbahaya, kenapa tidak diberi label juga?” dia berkata

Sementara itu, Guru Besar dan Guru Spesialis di Laboratorium Teknik dan Pengolahan Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. pergi Purwiyatno, MSc, mengatakan aturan BPOM tentang pemberian label BPA pada liter PC terkesan membuat masyarakat takut.

“Hal ini akan berdampak pada aspek psikologis masyarakat yang takut mengonsumsi air PC-galon. Padahal, air tersebut aman untuk dikonsumsi,” ujarnya.

Menurut dia, Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan sudah cukup untuk mengontrol keamanan kemasan pangan dan tidak perlu diatur lebih lanjut mengenai pelabelan.

“Batas migrasi aman di sana jelas diatur. Disana juga diatur dengan jelas pencantuman BPA pada kemasan PC. Lalu kenapa lagi harus diberi label? Tinggal diwaspadai saja,” tegasnya.

Meski tidak dilakukan pelabelan, ia meyakini wadah pangan yang tidak memenuhi syarat dipastikan akan dikeluarkan dari peredaran.

“Nah, kalau BPOM merasa ada migrasi BPA yang melebihi batas aman, kenapa produknya tidak ditarik kembali saja, kenapa hanya diberi label? Itu aneh,” ujarnya.

Dia mengatakan, tujuan kebijakan pelabelan galon PC tidak jelas. Pasalnya meski diberi label, air galon PC tetap bisa dikonsumsi.

“Sebagai pengelola risiko, apakah BPOM memutuskan apa maksudnya memberi label? Kalau ada labelnya, maka masyarakat tidak boleh membeli atau berhenti mengonsumsinya atau apa pun yang patut dipertanyakan,” tanyanya.

“Jadi tujuannya apa? Kalau tujuannya disimpan di tempat yang bersih, sejuk, tidak terkena sinar matahari, itu berlaku tidak hanya untuk air kemasan, tapi semua jenis makanan,” tegasnya.

Selain itu, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus pakar polimer Akhmad Zainal Abidin mengatakan ada diskriminasi dalam aturan BPOM tentang pelabelan BPA yang hanya berlaku untuk liter PC. Padahal, menurut dia, semua wadah makanan, termasuk liter PET, mengandung bahan kimia berbahaya.

“Agar tidak terkesan diskriminatif, sebaiknya BPOM menggunakan istilah food grade pada semua jenis kemasan pangan tanpa terkecuali. Karena istilah ini sudah mencakup bahwa semua unsur kimia berbahaya dalam kemasan aman digunakan. Jadi mencakup semuanya. .lebih baik kata Ahmad.

Ia menegaskan, BPOM sebagai regulator obat dan makanan masyarakat harus menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak boleh diskriminatif.

BPOM harus menjamin keadilan dan mengedukasi masyarakat. Tugas pemerintah, kewajiban negara, mencerdaskan kehidupan masyarakat, ujarnya.

Ia pun meminta penjelasan ilmiah atas pemberitaan terkait galon PC. Daripada menjadi kontroversial menurut ilustrasi individu yang bisa menyesatkan.

“Jadi harus data ilmiah agar masyarakat kita bisa memahami dan mengambil keputusan sendiri,” ujarnya.

Akhmad mencontohkan penelitian yang dilakukan terhadap liter air minum dalam kemasan yang beredar di Kota Makassar. Penelitian ini menunjukkan bahwa migrasi BPA masih jauh di bawah batas aman yang ditetapkan BPOM. Penelitian ini dilakukan pada liter polikarbonat yang tidak terkena sinar matahari atau yang terkena sinar matahari.

Penelitian bertajuk “Analisis Bisphenol A dan Diethylhexyl pada Galon Air yang Beredar di Kota Makassar” yang hasilnya dipublikasikan di Food Scientia, Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Terbuka pada Juni 2023, dilakukan oleh 4 orang peneliti, yaitu Endah Dwijayanti, Rachim Munadi, Sri Wahyuningsih dari Program Studi Kimia Universitas Islam Makassar (UIM) dan Ifana Dani Maulida dari Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Terbuka.

Baru-baru ini, Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM Dwiana Andayani juga menegaskan bahwa galon PC masih aman digunakan untuk air minum dalam kemasan (AMDK). Ia menegaskan, masyarakat harus diedukasi untuk mengolah semua jenis liter dengan benar, baik PC maupun PET.

“Jadi liter PC masih aman digunakan,” tutupnya.

Tonton video “BPOM Kini Wajibkan Pelabelan BPA pada Galon Air Minum Dalam Kemasan” (anl/ega)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *