Jakarta –
Pabrik gula tua milik PG Rajawali ini mampu menarik perhatian wisatawan domestik karena daya tarik sejarahnya.
Salah satu pabrik yang menarik perhatian wisatawan adalah Pabrik Gula Sindanglaut yang terletak di Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.
Didirikan pada tahun 1898, pabrik ini menjadi pusat perhatian wisatawan lokal. Belakangan ini banyak wisatawan lokal yang berbondong-bondong mendatangi pabrik tersebut untuk merasakan pesona wisata sejarah.
Salah satu wisatawan bernama Sandrina mengatakan, dirinya bersama kelompok dari Departemen Perempuan dan Kecantikan Gereja Yesus Katapang Jakarta Pusat tertarik memasuki pabrik gula tersebut karena kaya akan nilai sejarah.
Dalam kunjungannya, mereka diajak melihat mesin-mesin pabrik yang masih menggunakan tenaga uap era kolonial.
Bagi wisatawan, menyaksikan mesin yang berusia lebih dari satu abad memberikan pengalaman unik sekaligus pembelajaran berharga tentang perkembangan industri gula di Indonesia.
“Ini merupakan warisan berharga dari nenek moyang kita, dan kita patut berbangga dan mensyukuri kekayaan sejarah yang kita miliki. Tentunya keberadaannya perlu dilindungi dan dilestarikan,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Direktur Utama PG Rajawali Sindanglaut Roni Kurniawan mengatakan pihaknya belum bisa mengambil keuntungan dari wisata pusaka tersebut untuk saat ini. Oleh karena itu, mereka mempersilakan siapapun yang ingin berkunjung ke PG Rajawali Sindanglaut.
“Kami akan memberikan kesempatan kepada setiap orang yang berkunjung ke sini karena kami ingin memberi manfaat bagi masyarakat,” jelasnya.
Jika kegiatan ini bisa memberikan potensi menggairahkan perekonomian khususnya di Cirebon Timur, maka pihaknya akan lebih serius mengembangkan sejumlah PG Rajawali Sindanglaut menjadi destinasi wisata baru.
“Kami sedang dalam proses pengerjaan untuk resmi menjadi destinasi wisata, seperti yang terjadi pada umumnya selama ini. Kalau ada kegiatan komersial tentu harus melalui proses pengerjaan. Tim pengelola kantor pengelola sedang mempersiapkan proyeknya.” “Kita tunggu saja langkah programnya, kita berharap dalam waktu dekat bisa terealisasi,” jelasnya.
Kedepannya, Wisata Heritage PG Rajawali berharap Sindanglaut bisa menjadi alternatif destinasi wisata di Cirebon. Tentu saja konsep ini akan memberikan suasana baru.
Sedangkan bagi siapa saja yang berminat mengunjungi PG Rajawali Sindanglaut dapat menghubungi bagian Humas kami jika waktunya sesuai dan belum menentukan harga, jelasnya.
Pemerintah Kabupaten Cirebon melihat potensi wisata edukasi sejarah melalui wisata edukasi pusaka di kompleks pabrik gula Pabrik Gula Rajawali II yang tersebar di empat lokasi di subwilayah Gempol, Sindanglaut, Babakan Gebang, dan Karangsuwung.
Melalui program wisata pusaka ini diharapkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Cirebon semakin meningkat seiring dengan dipromosikannya peninggalan sejarah industri gula di Indonesia.
Wakil Cirebon Wahyu Mijaya mengatakan, produksi gula bisa diperkenalkan kepada masyarakat dengan dibukanya PG Rajawali Sindanglaut sebagai objek wisata.
“Produksi gula dari zaman Belanda bisa kita bawa hingga saat ini dengan mesin-mesin baru,” jelasnya.
“Ini juga bisa memperkuat perekonomian. Semua itu bisa kita kombinasikan untuk pembangunan ekonomi,” tambah Wahyu.
Pabrik Gula PG Sindanglaut di Cirebon dengan sejarahnya yang panjang dan unik, tidak hanya menjadi simbol perkembangan industri gula, namun juga menjadi destinasi wisata yang menawarkan pengalaman sejarah kepada wisatawan lokal maupun mancanegara.
Sekadar informasi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon menyebutkan pabrik permen ini didirikan pada tahun 1872 oleh Benjamin Feist. Benjamin Feist juga bekerja sama dengan Nederlandsch Indies Landbouw Maatschappij (NILM) untuk menjamin pembiayaan dan kelancaran operasional PG pada tahun 1891.
Semula memiliki lahan tebu seluas 1.152 hektare dan tebu giling sebanyak 82.701,06 ton, Pabrik Gula Sindang Laut mampu menghasilkan gula sebanyak 10.572,48 kg dan gula stroop sebanyak 409,14 ton.
Namun akibat Depresi Besar, produksi Pabrik Gula Sindang Laut mengalami penurunan karena hanya 34% lahan yang digarap, dan hal ini diperburuk dengan ditandatanganinya Deklarasi Chadbourne oleh pemerintah Belanda sehingga membatasi ekspor gula dari Belanda Timur. Hindia. .
Pemerintah Belanda kemudian mendirikan Nederlandsch Indie Veregnigde Voor de Afset Van Suiker (NIVAS) sebagai pembeli tunggal seluruh gula yang akan diekspor dari Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Pabrik Gula Sindang Laut dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia dan akhirnya dikelola oleh perusahaan tersebut.
__________________
Artikel ini telah tayang di detikJabar Saksikan video “Video: Coba jalan kaki, naik sepeda sambil jalan kaki dan belajar sejarah” (wkn/wkn)