Pita –

Masyarakat Sunda mengenal upacara kematian dengan sebutan Nyusur Tanah. Apa aturan ritual ini? Mari lihat!

Bagi masyarakat Sunda, kematian adalah sesuatu yang istimewa dan patut dikenang. Oleh karena itu, terdapat ritual adat yang mengiringi pemakaman seseorang.

Ada upacara yang disebut “Nyusur Tanah”. Nyusur secara harafiah berarti pencarian. Namun dalam hal ini Nyusur Tanah menurut Kamus Sundadigi adalah sedekah pada hari kematian.

Nysur Tanah masih dipentaskan hingga saat ini. Berdasarkan catatan penulis, hingga tahun 2022 warga Kabupaten Situraja Provinsi Sumedang masih melakukan ritual tersebut.

Setelah penguburan orang mati, kembali dari kubur, diadakan upacara pembasuhan tanah. Tempat dilaksanakannya kegiatan ini adalah rumah keluarga almarhum.

Di Sunda, ritual Nyusur Tanah erat kaitannya dengan agama Islam. Ritual jenis ini merupakan uji coba singkat, sebelum uji coba dilaksanakan selama 7 hari, 40 hari, hingga 100 hari kematian.

Namun Nyusur Tanah merupakan acara terakhir dari prosesi pemakaman seluruh jenazah di Sunda. Upacara pemakaman diawali dengan pencucian, penguburan dan penguburan.

Dalam buku “Upacara Adat Daerah Jawa Barat” terbitan Kementerian P dan K tahun 1984 dijelaskan secara rinci tentang upacara pemakaman, dimulai dengan upacara ngamandi (upacara pembasuhan jenazah).

Hal ini untuk memastikan tubuh dalam keadaan bersih, bebas dari kotoran atau polusi. Selain itu, jenazah harus dalam keadaan bersih sebelum dikuburkan, sehingga setelah dimandikan pun jenazah tetap diambil.

Setelah mandi, diadakan upacara mungkus (pelayanan pemakaman). Hal ini dilakukan, selain sebagai perintah bagi umat Islam, juga mewajibkan orang yang meninggal dunia dalam keadaan suci dan suci di hadapan Tuhan.

Lalu ada upacara nyolatan (upacara sembahyang jenazah) untuk mendoakan jiwa yang sudah meninggal agar Allah mengampuni segala dosanya dan menerima amal shalehnya.

Kemudian jenazahnya dikuburkan. Setelah upacara pemakaman selesai, barulah upacara penguburan akan dilangsungkan.

Kemudian dilanjutkan analisa selama 7 hari berturut-turut. Tahlilan dilakukan kembali pada hari kematian ke 40 atau disebut Matangpuluh.

Matanti, pihak pemakaman merayakan 40 tahun kematiannya, mengirimkan makanan dan pakaian kepada yang berduka, tulis situs tersebut.

Analisis kembali ke hari ke-100 kematian, atau Natus. Kegiatannya pun sama, mereka berbagi makanan dan pakaian dengan sanak saudaranya dan orang-orang yang ingin merawat jenazah.

——

Artikel ini muncul di detikJabar.

Simak video “Mandi Kasai, Tradisi Istri Baru Mandi di Sungai” (wsw/wsw)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *