Jakarta –

Kawasan wisata Kota Tua Jakarta terkenal dengan beragam atraksi sejarah dan budaya nasional. Ini termasuk seniman patung manusia juga. Mereka membuat seluruh badannya menyerupai patung orang tertentu untuk menarik wisatawan yang ingin berfoto.

Namun, bekerja sebagai patung manusia di Kota Tua tidaklah mudah. Pasalnya para seniman ini tidak sembarangan mengecat tubuhnya dengan cat. Namun mereka juga harus kreatif dalam menyiapkan alat peraga, mulai dari kostum hingga alat peraga atau atraksi, sesuai dengan tema nomor yang mereka mainkan.

Hal ini bertujuan untuk menjadi pendukung cerita tokoh yang diperankan. Selain itu, alat peraga berupa patung manusia juga sering digunakan oleh para tamu sebagai alat peraga dalam foto bersama.

Patung tua di kota bernama Eiko menceritakan bahwa ia harus menghabiskan banyak waktu untuk menyiapkan kostum dan alat peraga lainnya. Ia sendiri belum bisa menjelaskan berapa waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk membangun seluruh peralatan tersebut.

Karena sesuai dengan apa yang dia katakan Semua aset yang akan dia gunakan adalah Itu ‘cicilan’ yang artinya bukan sesuatu yang akan terjadi segera. Dia biasanya membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat peralatan satu per satu.

“Ya, saya sudah membuat sepeda. (Alat peraganya) Sejak 2017 sudah seperti itu. Maksudnya bertahap. Karena apa yang kita dapatkan, kita manfaatkan Sebab kita hanya akan mengandalkan apresiasi. Jika kami tidak tersedia, kami akan mengalokasikan (Sebagian penghasilannya) untuk mencicil properti secara lebih baik dan detail,” jelas Eko saat ditemui detikcom Kamis (6/6/2024) kemarin.

Namun, kerja kerasnya membuahkan hasil. Ia mengaku bisa menabung hingga Rp100 per hari, setiap harinya, meski jumlah tersebut relatif yakni tidak tetap. Namun, ia mengaku penghasilan terbesarnya dalam sehari adalah Rp3.000.000.

“Belum yakin (not sure). Saya sendiri belum satu hari ini ambil fotonya. (Tidak dibayar sama sekali) Saya hanya dapat Rp 15.000 sekali, Rp 30.000 sekali, sering Rp 50.000, biasanya Rp 100.000, ”ujarnya.

“Tapi pas dapat Rp 1 juta, Rp 2 juta, ini sebelum Covid, tapi ya sebelum Covid puncaknya Rp 3 juta, jadi waktu itu ada CFD dari pagi saya ke HI sampai jam 9. “Paginya mencapai seribu. (1 juta)” Balik ke Kota Tua. Di Kota Tua siangnya seribu lebih. Saya cuma main 3 jam,” jelas Eko lagi.

Eiko pun mengaku kerap diundang ke acara-acara tertentu untuk tampil sebagai patung manusia. Untuk menghadiri acara, biasanya ia menerima uang dari pihak penyelenggara.

Sementara itu, ia akan tetap menerima pembayaran apresiasi khusus. Karena itu, ia berharap mendapat penghasilan dari undangan ke berbagai acara.

Di jalan yang sama Patung pria lain bernama Wahyu juga mengatakan bahwa melakukan pekerjaan tersebut tidaklah mudah. Selain menderita berlama-lama berpura-pura menjadi patung. Ia juga perlu kreatif dalam membuat alat peraganya sendiri.

Untuk alat peraga berukuran besar seperti sepeda dan dekorasi di belakang panggung yang tampak seperti patung Ia mengatakan, proses produksinya akan dibagi menjadi beberapa bagian. Sedangkan untuk alat peraga lainnya, seperti topi, para tamu dapat memakainya. Dia biasanya membeli peralatan yang sudah jadi dan kemudian mengecatnya.

“Sulit untuk menghitungnya. (Modal dan waktu yang dibutuhkan untuk membangun properti) karena kita mencicil tidak akan langsung terjadi. Misalkan saja sepeda, kita beli rangkanya dulu, baru disesuaikan, kata Wahyu.

“Tapi membuat senjata ini Harga triplek biasanya 50.000 rupiah, kita hanya perlu satu lembar saja sudah cukup. [Untuk senjata] nanti kita buat seperti senjata lalu dicat,” jelasnya lagi.

Wahyu sendiri enggan membeberkan berapa penghasilannya sebagai patung manusia di Kota Tua. Menurutnya, itu cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Patung pria bernama Yusuf lainnya juga merasakan hal yang sama. Ia harus mempersiapkan sendiri alat peraganya agar bisa tampil baik di kawasan kota tua Jakarta (Das/Das).

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *