Jakarta –
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkap masih banyak sisa makanan di Indonesia yang tidak dimakan hingga menjadi sampah. Tingkat kehilangan dan pemborosan pangan di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia.
Bapak Nyoto Suwignyo Bapanas, anggota Dewan Ketahanan Pangan dan Ketahanan Pangan, mengatakan: Jumlah kehilangan dan pemborosan pangan di Indonesia pada tahun 2000-2019 hampir 50 juta ton sampah makanan. Hal ini mengakibatkan kerugian ekonomi ratusan miliar.
“Jumlah sampah dan sampah makanan di Indonesia antara tahun 2000-2019 mencapai 23-48 juta ton dan kerugian ekonomi sekitar Rp 551 triliun atau setara dengan 4-5% PDB Indonesia”, kata Nyoto pada Pameran Ekonomi Hijau Kementerian Pertanian. Konvensi Jakarta. . Pusat, Jumat (05/07/2024).
Tingginya jumlah sampah makanan terjadi ketika masyarakat Indonesia masih kekurangan pangan. Berdasarkan laporan Atlas Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) tahun 2023, terdapat 68 kota/kabupaten yang rentan rawan pangan.
Nyoto mengatakan dengan banyaknya makanan yang terbuang dan diubah menjadi sampah, dapat memberi makan 125 juta orang atau 47% masyarakat Nesia. Katanya, dengan nilai nominal saja, sebenarnya kita bisa memberi makan sekitar 61-125 juta orang atau 29-47% masyarakat Indonesia.
Untuk itu, Bapanas mencanangkan gerakan ‘Hemat Pangan’ dengan membuat platform dan kolaborasi antar sektor yang melibatkan pemasok pangan, sentra pangan, dan penerima manfaat. Kemudian difasilitasi food truck untuk menyalurkan kelebihan pangan dari donatur ke penerima.
Antara Desember 2022 hingga Juli 2024, Jabodetabe mencapai surplus pangan sebanyak 65 ton yang disalurkan donatur kepada penerima manfaat khusus. Tantangan ke depan adalah memperluas dan mengulanginya di bidang lain untuk memperluas jangkauan proyek ini.
Selain itu, Bapana juga menggalakkan gerakan nasional bertajuk ‘Hentikan Pemborosan Makanan dan Belanja Bijaksana’, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai sampah dan sampah makanan. Pasalnya, kondisi ini dinilai menjadi tantangan besar untuk mencapai ketahanan pangan.
“Gerakan ini antara lain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kampanye publik, iklan, dan kampanye untuk mencegah dan mengurangi sampah makanan di Indonesia,” tutup Nyoto. (bantuan/fdl)