Jakarta –
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengungkapkan Satgas Pengurangan Tarif Maskapai sudah mulai merumuskan beberapa kebijakan, salah satunya penghapusan pajak suku cadang pesawat. Pajak ini dinilai turut menyumbang tingginya harga tiket pesawat.
Budi Karya mengatakan, jika pajak suku cadang pesawat dihilangkan, maka bisa berdampak ganda pada industri lain. Jika pajak suku cadang pesawat dihapuskan, harga tiket pesawat bisa turun.
Di sisi lain, industri suku cadang dan perbaikan pesawat terbang juga dapat memperoleh manfaat karena biaya operasionalnya telah turun. Pada akhirnya, perusahaan dapat memperluas dan menciptakan lapangan kerja.
“Yang perlu dilakukan pertama kali adalah terkait pajak onderdil, karena pajak onderdil mempunyai multiplier effect. Satu sisi untuk menurunkan harga tiket pesawat, satu sisi untuk mengamankan lapangan kerja di Indonesia,” kata Budi Karya saat ditemui. di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Jumat (20/9/2024).
Menurut dia, jika pajak suku cadang pesawat tetap diterapkan, maskapai penerbangan di Indonesia bisa saja mengalihkan kebutuhan perbaikan dan perawatannya ke luar negeri karena harganya lebih murah.
“Jadi kalau (suku cadang pesawat) dikenai pajak, maka sebenarnya pesawat dari Indonesia sedang diperbaiki di luar negeri, sehingga terjadi capital flight yang disebabkan oleh pajak suku cadang tersebut,” kata Budi Karya.
Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Budi Karya telah menyetujui usulan penghapusan pajak suku cadang pesawat. “Sedang dibicarakan, tapi prinsipnya Kementerian Keuangan setuju,” lanjut PPN Avtur dan penumpang
Selain pajak suku cadang, Budi Karya mengatakan pihaknya juga mengusulkan penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) bahan bakar jet dan PPN tiket pesawat.
Menurutnya, pungutan PPN pada sektor penerbangan hanya terdapat di Indonesia. PPN juga diyakini menjadi penyebab mahalnya harga tiket pesawat karena berdampak pada biaya tambahan bagi maskapai dan penumpang.
“PPN ini dipungut dari bahan bakar jet dan penumpang. Di beberapa negara tidak terjadi,” kata Budi Karya.
Selain itu, Budi Karya memahami jika PPN dihapuskan maka akan berdampak pada potensi hilangnya penerimaan negara. Namun menurutnya, hal itu tampaknya perlu dilakukan demi menjaga keterjangkauan layanan penerbangan bagi masyarakat.
Menurut dia, sektor penerbangan menjadi satu-satunya jasa transportasi yang dikenai PPN karena dianggap sebagai kebutuhan tersier atau mewah. Padahal, penerbangan merupakan sebuah kebutuhan bagi masyarakat saat ini.
Banyak daerah yang menginginkan pesawat terbang sebagai transportasi alternatif. Khususnya di daerah terpencil, transportasi udara menjadi kunci konektivitas. Artinya, penerbangan bukan lagi barang mewah, melainkan kebutuhan masyarakat.
“Kita paham kalau dihapus akan berdampak pada pajak dan lain-lain, tapi harus dipahami kalau perjalanan udara satu-satunya yang kena PPN. Dulu, penerbangan yang ada sekarang merupakan kebutuhan tersier, tapi kalau kita coba sekarang semua berharap, ada penerbangan, kata Wakatobi, Kerinci ada di sana,” jelas Budi Karya (benda/gambar).