Jakarta –
Pencemaran sampah plastik telah menjadi masalah global karena bersifat transnasional dan lintas batas. Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) mengatakan bahwa jika tidak ada upaya yang dilakukan untuk mengurangi polusi plastik, jumlah sampah plastik di ekosistem perairan akan meningkat sekitar tiga kali lipat.
11 juta ton sampah plastik masuk ke laut setiap tahunnya, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2040. Diperkirakan pada tahun 2050, jumlah sampah plastik di lautan akan menjadi ancaman lebih lanjut jika situasi yang sama terus berlanjut dan tidak ada tindakan nyata yang diambil. 800 spesies laut dan pesisir akibat terperangkapnya sampah plastik.
“Sejak tahun 1969, sampah plastik di laut telah menjadi permasalahan global yang tidak ada habisnya. Kini, melimpahnya sampah plastik di laut telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap keberlangsungan lingkungan dan organisme hidup, termasuk manusia,” ujar Direktur Pengurangan Sampah, Direktur PSLB. Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vinda Damayanti saat dihubungi detikcom, Kamis (24/10/2024).
Ancaman polusi plastik telah menjadi perhatian global, sehingga pada sesi kelima Majelis Lingkungan Hidup PBB (UNEA-5.2) yang diadakan pada bulan Maret 2022, dunia menyetujui langkah-langkah bersejarah untuk memerangi polusi plastik.
Resolusi 5/14 diadopsi untuk mengembangkan Instrumen Hukum yang Mengikat Internasional (ILBI), yang mengatur seluruh siklus hidup plastik mulai dari produksi, desain hingga pembuangan. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap kekhawatiran global mengenai dampak plastik terhadap lingkungan laut, kesehatan manusia, dan perubahan iklim.
Salah satu aspek utama ILBI adalah mengendalikan penggunaan bahan kimia berbahaya dalam produk plastik yang dikenal sebagai bahan kimia yang menjadi perhatian. Bahan kimia ini berpotensi memberikan dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, sehingga pengaturan penggunaannya merupakan isu penting dalam upaya global untuk mengurangi polusi plastik.
Resolusi 5/14 menginstruksikan Direktur Eksekutif UNEP untuk mengaktifkan Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC) untuk mempersiapkan ILBI tentang polusi plastik, termasuk lingkungan laut. Panitia mengadakan pertemuan rutin dari INC-1 hingga INC-5.
INC-1 akan diselenggarakan di Uruguay pada akhir November 2022. Sedangkan INC-2 dijadwalkan pada Mei 2023 di Paris. INC-3 akan diselenggarakan di Kenya pada November 2023, disusul INC-4 pada April 2024 di Kanada, dan terakhir INC-5 pada November 2024 di Korea Selatan.
Pada pertemuan keempat INC-4 di Kanada, diskusi mengenai definisi polimer yang menjadi perhatian, bahan kimia yang menjadi perhatian dan zat yang terpapar pada polimer menjadi agenda penting. Para delegasi bekerja untuk mengembangkan teks ILBI yang telah direvisi yang akan mengatur pengelolaan bahan kimia ini, termasuk aspek manufaktur, desain produk, dan pemrosesan plastik.
Dalam pertemuan ini, diputuskan untuk mengadakan kelompok ahli atau kelompok ahli terbuka untuk sesi interdisipliner khusus. Tujuan dari kelompok ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis pendekatan kriteria dan non-kriteria terhadap desain produk yang ditujukan pada bahan plastik, bahan kimia yang diminati dalam plastik, daur ulang dan penggunaan kembali plastik.
ILBI penting bagi PP karena memberikan pendekatan komprehensif terhadap masalah pencemaran plastik. Banyak negara telah berpartisipasi aktif dalam pengembangan kebijakan untuk mendukung implementasi ILBI.
“Karena bersifat wajib di tingkat global, maka diyakini dapat terjadi pembagian peran dan tanggung jawab antar negara-negara di dunia dalam menghilangkan polusi plastik dan mencegah pencemaran lingkungan, sehingga meningkatkan kualitas hidup kesehatan masyarakat,” kata Winda. .
Penerapan ini diharapkan dapat beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga peraturan bahan kimia berbahaya menjadi relevan dan efektif. Berdasarkan ketentuan Sistem Harmonisasi Global (GHS) PBB, UNEP dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan dokumen yang memberikan informasi terkini mengenai kemajuan dalam penerapannya.
Dalam GHS PBB, salah satu bahan kimia dalam daftar ini, Bisphenol A (BPA), diduga menyebabkan iritasi mata yang parah, reaksi alergi pada kulit, membahayakan kesuburan atau janin, serta toksisitas terhadap organisme pernapasan dan perairan.
Pada INC-4, Norwegia, Kepulauan Cook, dan Rwanda menyerahkan dokumen mengenai bahan kimia yang menjadi perhatian dalam plastik, sementara Swiss, Uni Eropa, Inggris, Thailand, dan negara-negara lain mempresentasikan pendekatan untuk mengatasi masalah plastik. Usulan tersebut mencakup pelarangan atau penghapusan secara eksplisit kelompok kimia ftalat, alkilfenol, logam dan bisfenol, termasuk BPA, berdasarkan peraturan yang ada di berbagai negara seperti ASEAN, Brazil, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa, Amerika Serikat, dll. . Lakukan, dkk. (menang)