Jakarta –
Read More : 7 Stimulus Ekonomi Prabowo di Bulan Puasa dan Lebaran
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa kelemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun 2025 bukan karena melemahnya daya beli. Menurutnya, kondisi saat ini untuk konsumsi keluarga orang Indonesia dijaga dengan cukup baik.
Tito mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2025 adalah 4,87%, kurang dari kuartal I-2024 adalah 5,11%. Dia percaya bahwa penurunan jumlah ini dimotivasi oleh faktor investasi.
“Ini bukan kontribusi konsumsi keluarga, no. Konsumsi keluarga telah dipertahankan dengan cukup baik. Ini adalah daya beli orang -orang yang benar -benar disimpan dengan baik, tetapi penurunan karena faktor investasi”, Tito, di atas Detikcom, Senin (5/19/2025). Bagian atas wilayah Detikcom didukung oleh PT Pertamine (mereka kalah), musim panas industri Patibban di Barito Pacific Company dan PLN (Lost) West Java Distribution.
Menurutnya, berkurangnya investasi berkontribusi pada melemahnya pertumbuhan ekonomi. Ini juga didukung oleh geopolitisme dan serangan ekonomi, salah satunya, perang komersial antara Amerika Serikat (AS) dan Cina, diaktifkan oleh tingkat timbal balik presiden Amerika Serikat Donald Trump. Tito mengatakan bahwa kasus ini tidak hanya mempengaruhi Indonesia, tetapi seluruh dunia.
Selanjutnya, ada juga perang antara Rusia dan Ukraina. Tito mengatakan perang itu memengaruhi Indonesia, yang membeli banyak gandum dari Ukraina. Perang juga mempengaruhi rantai pasokan dunia.
Konflik di Timur Tengah menuju Iran juga memiliki pengaruh besar karena Iran adalah salah satu negara produksi minyak dunia. Selanjutnya, ada juga ketegangan antara India dan Pakistan.
“Oleh karena itu, kami menemukan bahwa salah satu hal yang perlu kami lindungi adalah lingkungan investasi dan Jawa Barat adalah salah satu tujuan investasi. Mengapa? Karena kedekatannya dengan pelabuhan besar, ibukota, pembuat keputusan Jakarta,” kata Tito.
“Ada pelabuhan dan bandara besar, Jakarta. Selanjutnya, itu juga populasi yang besar. Oleh karena itu, kesenjangan antara Jawa Barat dan Jakarta membuat posisi geografis Jawa Barat untuk pertumbuhan ekonomi dan juga tujuan investasi,” lanjutnya.
Selain itu, Tito melanjutkan, Jawa Barat juga memiliki usia manusia yang sangat tinggi (sumber daya manusia), oleh karena itu posisi Jawa Barat memiliki strategi yang lebih besar dalam mempertahankan lingkungan investasi. (SHC/ARA)