Jakarta –
Presiden Prabowo Subianto telah menunjuk Meutya Hafid sebagai Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi). Kehadiran Meutya diharapkan dapat mengatasi persoalan regulasi kerja sama layanan luar negeri (OTT) guna meningkatkan kualitas industri media Indonesia.
Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi mengungkapkan salah satu tantangan yang dihadapi Menteri Komunikasi dan Teknologi Meutya Hafid adalah pendapatan operator telekomunikasi yang belum berkembang dengan baik. Keadaan ini tidak hanya terjadi di seluruh dunia, namun juga terjadi di Indonesia.
Namun peningkatan pengguna layanan ini tidak dibarengi dengan pembagian yang adil antara perusahaan telekomunikasi dan penyedia OTT sehingga menyulitkan perusahaan telekomunikasi dalam negeri untuk terus berinvestasi.
“Penyedia OTT seperti WhatsApp, Netflix, YouTube dan layanan media lainnya menggunakan infrastruktur telekomunikasi yang dibangun oleh perusahaan telekomunikasi. Mereka mendapatkan keuntungan besar dari lalu lintas data tanpa membantu membayar biaya pembangunan infrastruktur,” kata Heru dalam keterangannya, Jumat (25/10/). 2024).
“Di Indonesia, hal ini semakin terlihat, karena pengguna OTT terus meningkat, sementara perusahaan media berjuang untuk mempertahankan kinerja bisnis dan perilaku konsumen,” lanjut presiden TIC Institute.
Kini, Pemerintah telah mencoba mengatur keberadaan OTT melalui undang-undang yang berasal dari Undang-Undang Cipta Kerja, dimana sudah ada undang-undang yang mengharuskan penyelenggara OTT untuk bekerja. Sayangnya, saat ini aturan tersebut belum jelas dan sulit memaksa OTT untuk bekerja sama dengan penyedia telekomunikasi.
“Jika Presiden Prabowo ingin mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dan membuat instalasi perangkat telekomunikasi untuk seluruh masyarakat Indonesia, Menkominfo bisa mulai mengorganisir perusahaan-perusahaan OTT di seluruh dunia agar bisa memberikan hadiah yang baik,” ujarnya.
Heru berharap Menteri Kominfo Meutya Hafid dapat menjadi pionir untuk segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan tegas dalam menciptakan regulasi OTT yang jelas dan detail di Indonesia. Bahkan, semangat menyelenggarakan kemitraan OTT ini kerap mendapat perhatian dalam pembahasan di DPR. Selain itu, Meutya yang sebelumnya menjabat Ketua Komisi I DPR RI juga sudah memahami permasalahan keberadaan OTT dan urgensi pengaturannya.
“Dengan pemahaman beliau terhadap permasalahan yang sedang terjadi, sudah saatnya Ibu Meutya menunjukkan bahwa kerja sama OTT dapat segera tercapai. Dengan adanya UU OTT ini diharapkan pemerintah dapat memungut pajak dari OTT dan memiliki hak untuk melakukan hal tersebut. kemampuan mengkonsentrasikan pengguna,” tuturnya.
Selain itu, Menkominfo harus ada tindakan dari negara lain terkait jenis kemitraan atau proses partisipasi OTT dan pembangunan infrastruktur. Heru berharap undang-undang ini menjadikan bisnis telekomunikasi berkelanjutan, dan tidak mematikan inovasi platform OTT yang telah membawa manfaat bagi masyarakat.
“Dengan berkembangnya teknologi dan semakin meningkatnya keterlibatan OTT dalam kehidupan masyarakat, pembentukan kerangka regulasi yang jelas menjadi faktor utama yang mendukung keberlangsungan bisnis media di Indonesia,” ujar mantan komisaris BRTI ini.
“Menkominfo diharapkan dapat segera menyikapi situasi ini dengan undang-undang yang adil dan berkeadilan, yang dapat melindungi industri media dan mendorong inovasi digital yang berkelanjutan. Jika tidak segera ditangani, mustahil Indonesia dapat melakukan hal tersebut. tertinggal dalam mengelola ekosistem digital yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak,” tutupnya. Saksikan video “Video: Komdigi skorsing 11 pekerja ‘Bina’ Judol” (Agustus/Afr)