Jakarta –
Ketua Umum PDI-P Jenderal Megawati Soekarnoputri angkat bicara soal keberhasilannya melunasi utang Dana Moneter Internasional (IMF) yang diwarisi Presiden Soeharto. Utang itu dilunasinya saat menjadi presiden pada pertengahan tahun 2003.
Megawati menganggap dirinya ahli dalam penyelesaian utang. Buktinya, ia menyebut telah berhasil melunasi pinjaman IMF yang ditandatangani Presiden Soeharto.
“Saya lunasi utang IMF jaman Pak Harto lho. Catat. Kalau nggak percaya tanya ke CNBC. Saya dapat gaji, saya bingung, kenapa saya dapat gaji? Kondisi perekonomian, kamu bisa menyelesaikan IMF,’ pikirku. ‘Iya iya,’ kata Megawati saat berpidato di acara pengumuman Calon Kepala Daerah 2024 yang akan diumumkan hampir Senin (26/8/2024).
Lantas bagaimana cerita Megawati mampu melunasi utang IMF warisan Soeharto?
Berdasarkan data detikcom, memang benar Indonesia keluar dari krisis utang IMF saat ia menjabat presiden. Seperti dilansir situs Indonesiabaik.id milik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indonesia mampu keluar dari dana talangan IMF pada Desember 2003, yang disusul privatisasi perusahaan milik negara dan divestasi bank untuk menutupi defisit. dari dana negara.
“Semua opsi yang ditawarkan IMF menjadi ‘cekikan’ bagi Indonesia. Strukturnya adalah menggantung Indonesia agar terus bergantung pada IMF,” kata Menteri PPN/Bappenas saat itu. waktu waktu, Kwik Kian Gie.
Setelah menghentikan kerjasama dengan IMF, Megawati didampingi Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden mengeluarkan Perintah Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Setelah Berakhirnya Program IMF untuk menjaga stabilitas makroekonomi.
Kebijakan yang diusung Megawati saat itu terbagi dalam beberapa poin utama. Di sektor keuangan misalnya, ditandai dengan perubahan kebijakan perpajakan, efisiensi belanja pemerintah, dan privatisasi BUMN.
Di sektor keuangan, dirancang Jaring Pengaman Sektor Keuangan, dikeluarkan dari perbankan BPPN, memperkuat struktur sistem perbankan negara, dan melakukan restrukturisasi sektor pasar keuangan, asuransi, dan dana pensiun.
Kemudian di bidang penanaman modal, putra proklamator itu mendorong dilaksanakannya peninjauan Daftar Negatif Investasi, penyederhanaan pemberian izin, restrukturisasi sektor telekomunikasi dan energi, serta pemberantasan korupsi.
Efeknya dinilai sangat bagus. Nilai tukar Rupiah awalnya Rp 9.800 (2001) menjadi Rp 9.100 (2004), nilai tukar tersebut menurun dari 13,1% menjadi 6,5% ketika pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 2%, sehingga dengan skor IHSG berkisar antara 459 (2001) hingga 852 (2004). (benda/das)