Jakarta –
Menyusutnya jumlah kelas menengah di Indonesia menjadi sorotan media asing. Al Jazeera, media internasional asal Doha, Qatar mengunggah laporan artikel bertajuk ‘Kami kehilangan segalanya’: Masyarakat Indonesia terjerumus ke dalam kelas menengah.
Dalam laporannya, seperti dikutip Minggu (17/11/2024), disebutkan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah masyarakat Indonesia yang tergolong kelas menengah mengalami penurunan dari 57,3 juta jiwa pada tahun 2019 menjadi 47,8 juta jiwa. pada tahun 2024 atau berkurang 9,5 juta orang.
Mereka yang tergolong kandidat kelas menengah meningkat dari 128,85 juta menjadi 137,5 juta pada periode yang sama. Jika digabungkan, kedua wilayah ini mencakup dua pertiga dari 277 juta penduduk Indonesia.
Halimah Nasution, misalnya, dulu merasa punya segalanya, namun kini melihat kondisi berbeda. Selama bertahun-tahun, ia dan suaminya, Agus Saputra, mencari nafkah dengan menyewa perlengkapan pernikahan, wisuda, dan ulang tahun.
Bahkan setelah membagi penghasilannya kepada beberapa kerabat, pasangan di Provinsi Sumatera Utara ini masih berpenghasilan sekitar Rp 30 juta setiap bulannya.
Pasangan ini menghabiskan seperempat pendapatannya setiap bulan dan masuk dalam kategori kelas menengah atas di Indonesia. Kelas menengah atas didefinisikan sebagai mereka yang berpenghasilan antara Rp2 juta hingga Rp9,9 juta per bulan.
Namun, kondisinya berbeda sejak pandemi COVID-19 melanda Tanah Air. Acara dengan kerumunan dan pertemuan sosial dilarang di semua wilayah. Kondisi ini jelas menjadi pukulan telak bagi Halimah dan Agus.
“Kami telah kehilangan segalanya,” kata Halimah kepada Al Jazeera.
Beberapa tahun setelah pandemi, kondisi perekonomian mereka belum juga membaik. Mereka termasuk di antara jutaan masyarakat Indonesia yang meninggalkan kelas menengah di Indonesia yang terus menyusut.
Para ekonom mengaitkan penurunan jumlah kelas menengah dengan berbagai penyebab, termasuk dampak COVID-19 yang masih berlangsung dan kesenjangan dalam jaring pengaman sosial.
Ega Kurnia Yazid, pakar kebijakan Tim Nasional Percepatan Pengentasan Kemiskinan, menjelaskan beberapa faktor yang saling terkait yang berkontribusi terhadap masalah ini.
“Pertama, (kelas menengah Indonesia) menyumbang pendapatan pajak namun menerima bantuan sosial terbatas, yang sebagian besar disalurkan melalui mekanisme ketenagakerjaan formal seperti jaminan kerja dan jaminan kesehatan nasional,” jelas Yazid.
Sementara itu, bentuk bantuan lain seperti bantuan keuangan dan subsidi energi seringkali mengalami kesalahan inklusi dan tidak tersalurkan secara efektif kepada kelompok ini, tambahnya.
Tonton video: Lebih dari 9 juta kelas menengah jatuh miskin. Apa dampaknya terhadap negara?
(acd/acd)