Jakarta –
Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) ini mengungkapkan, hingga saat ini masih banyak masyarakat yang memilih menjalani pengobatan kanker di negara tetangga. Ada beberapa faktor yang menjelaskan mengapa masyarakat masih lebih mempercayai pengobatannya di luar negeri dibandingkan di Indonesia.
Ketua Umum YKI Profesor Dr. Aru W Sudoyo, SpPD-KHOM mengatakan, dari segi kualitas dokter dan peralatan, Indonesia tidak kalah dengan negara tetangga. Namun menurutnya, Indonesia masih perlu mengembangkan beberapa sektor, khususnya dalam proses perawatan pasien kanker. Hal ini penting mengingat proses pengobatan kanker sangat lama.
“Kita bicara pelayanan dan kepercayaan, orang pergi ke luar negeri karena ingin membandingkan, dan sering kali mereka menyelesaikan pengobatannya di Indonesia. Prof. Aru selaku kru berkumpul di Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2024).
“Secerdas apapun mereka (dokter dalam dan luar negeri), bukunya tetap sama. Tapi begitu kita masuk dalam pelayanan, sistem rumah sakit, kecepatan sistem diagnostik, kecepatan kemampuan komunikasi, kita harus meningkatkan diri,” lanjutnya. .
Dalam beberapa kasus, pasien kanker bisa lebih mudah mendapatkan pengobatan yang lebih baik dengan melakukan perjalanan ke luar negeri. Profesor Aru mengatakan salah satu pasiennya yang tinggal di Sumatera lebih memilih menjalani pengobatan di Penang, Malaysia, dibandingkan Jakarta.
Pasien memilih hal tersebut karena biaya pengobatan dan akomodasi lebih murah jika dilakukan di Penang.
Lebih lanjut, ia menegaskan, pencegahan kanker yang terbaik adalah melalui pendidikan yang luas. Menurutnya, hal ini penting dan menjadi tantangan terbesar dalam pengobatan kanker di Indonesia karena kesadaran masyarakat terhadap kanker masih rendah.
Artinya, 70 pasien kanker baru terdeteksi saat memasuki stadium lanjut. Pada kondisi ini, pasien kanker lebih sulit disembuhkan. Tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah luasnya wilayah Indonesia sehingga proses pengobatan di daerah terpencil menjadi lebih sulit.
“Sehingga kita bisa membuat masyarakat lebih cepat mendeteksi kanker, mengetahui gejalanya, jangan menunggu sampai terlambat, karena 70 persen kanker yang datang ke dokter sudah stadium tiga dan empat,” ujarnya.
“Pengobatan kanker ini masalah distribusi. Indonesia Bagian Timur sedikit tertinggal karena sumber daya manusianya yang sulit, sehingga harus kita coba bersama-sama. Dokter spesialis, peralatan, dan fasilitasnya masih kurang,” kata Profesor Aru. Tonton video “Sikap Baru Raja Charles dalam Penelitian Kanker” (avk/kna)