Jakarta –
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meluncurkan sistem perpajakan baru bernama Coretax Administration System (Coretax) pada 1 Januari lalu. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak hingga Rp 1500 triliun.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pihaknya mendukung kehadiran Cortex di Indonesia. Ia mengatakan, keterlibatan Coretax terungkap saat konferensi pers antara Indonesia dan Bank Dunia. Saat itu, Bank Dunia mengkritik praktik pemungutan pajak di Indonesia.
“Bank Dunia mengkritik bahwa kami adalah salah satu pemungut pajak terburuk dibandingkan Nigeria,” kata Luhut, kantor DEN. Jakarta Pusat katanya, Kamis (9/1/2025).
Menurut Luhut, Bank Dunia berpotensi mengoptimalkan pengumpulan pajak dan memberikan kontribusi sebesar 6,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau sekitar 1500 triliun.
“Jika kita bisa melakukan apa yang bisa dilakukan oleh program ini, kita akan menembus angka tersebut yang setara dengan 6,4% PDB (PDB) atau Rp 1.500 triliun,” ujarnya.
Selain itu, Ia mengatakan penerapan Coretax masih dalam tahap awal. Butuh waktu bagi pemerintah Indonesia untuk beradaptasi dengan digitalisasi.
“Kalau berbuat baik, semua setuju, jangan bertengkar seperti ini, jangan mengkritik dulu dan biarkan saja. Saya mengkritik karena banyak masalah yang harus diselesaikan nanti,” ujarnya. .
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif DEN Septian Hario Seto mengatakan ada empat pilar utama digitalisasi pemerintahan. Pertama, mengoptimalkan pendapatan pemerintah. Dua pengembangan besar dari tahap pemutakhiran ini adalah Coretax dan Sistem Informasi Mineral dan Batubara (SIMBARA).
“SIMBARA itu kan menyangkut PNBP dari sektor pertambangan, khususnya royalti. Jadi kalau kolom optimalisasi penerimaan negara itu dua komponen utama, jadi kalau bicara pajak dalam digitalisasi itu hanya satu. ,” kata Seto bersamaan.
Menurut dia, Coretax telah berperan penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara signifikan. Karena itu, Dalam laporannya kepada Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu, DEN menyatakan dukungan penuh terhadap penerapan Cortex.
“Jika ada kekurangan, saya rasa wajar jika sistem ini diterapkan. Tapi saya rasa Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak akan berbuat banyak untuk memperbaiki sistem ini,” ujarnya.
Kolom kedua membahas bagaimana Indonesia merampingkan belanja pemerintah dan mengurangi inefisiensi; Salah satunya adalah direktori elektronik. Lalu bagaimana sinkronisasi penerima bantuan sosial agar lebih tepat sasaran. kolom ketiga; pelayanan publik SIM Mempromosikan pelayanan pemerintah yang berhubungan dengan masyarakat seperti paspor;
Pilar keempat dan terakhir adalah bagaimana kita dapat meningkatkan pelayanan dunia usaha. Di bawah Presiden Jokowi, kita merintis melalui OSS yang akan menjadi salah satu pilar utama, untuk memudahkan investasi dan pembangunan ekonomi, ujarnya.
Seto menambahkan, inti dari empat pilar tersebut dinamakan Infrastruktur Publik Digital atau Digital ID. Presiden Prabowo Subianto akan meninjau perkembangan ID digital ini pada 17 Agustus mendatang.
Tonton juga videonya: Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan Indonesia di atas 5 persen.
(shc/gambar)