Jakarta –

Jam tangan pintar telah berevolusi dari jam tangan menjadi keajaiban teknologi dengan berbagai fungsi di pergelangan tangan. Bukan sekedar gadget atau bahkan perhiasan, ia memadukan komputer digital dengan fungsi tradisional sebuah jam tangan.

Kedekatannya dengan tubuh fisik pemakainya memungkinkan jam tangan pintar memasuki bidang kesehatan, pendidikan, pemasaran, pencegahan penipuan, dan pengelolaan keuangan. Tidak mengherankan jika jam tangan pintar adalah tentang gaya hidup.

Penggunaan jam tangan pintar, seperti teknologi lainnya, mencerminkan kebutuhan dan dampaknya terhadap masyarakat. Jadi menarik jika kita mengambil apa yang dikatakan Gilbert Simond tentang teknokultur. Adanya konsekuensi yang mungkin tidak disadari oleh pengguna dan masyarakat secara keseluruhan.

Kita perlu bertanya pada diri sendiri pertanyaan sederhana seperti, kebiasaan apa yang akan berubah setelah menggunakan jam tangan pintar? Mengapa pengguna begitu patuh dan yakin bahwa kehidupan mereka akan menjadi lebih baik? Selain itu, produk dan layanan apa yang kita gunakan untuk mengikuti saran yang diberikan oleh mesin yang kita pasang dan tempelkan pada tubuh kita?

Pemikiran Gilbert Simondon sangat penting untuk memahami dampak antropologis dari teknologi interaktif baru seperti jam tangan pintar. Filsuf yang belajar teknik di Ecole Polytechnique di Paris, Ecole Normale Supérieure Saint-Cloud dan Technische Universität di Darmstadt ini percaya bahwa konsep manusia adalah prinsip generatif ontologi.

Dalam beberapa dekade terakhir, Simondon digambarkan sebagai “filsuf teknologi”, memperluas atau memperbarui interpretasi Jean-Hugues Barthes dan Miguel de Beistegui. Ia juga mengkaji karyanya dengan diskusi tentang jaringan saraf, seni media digital atau media baru, analisis fenomenologis interaksi manusia-komputer, dan telepon pintar.

Selain individuasi, Gilbert Simondon sendiri dikenal dengan dua konstruksi konseptual utama: transduksi dan individuasi. Maksud Simondon, walaupun kita menggolongkannya sebagai benda mati seperti jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kita, namun sebenarnya benda itu hidup dan mempunyai kepribadian meskipun berinteraksi dengan pemakainya. Hal ini juga membentuk budaya masyarakat.

Konsep-konsep ini berdampak besar pada bidang filsafat. Faktanya, beberapa peneliti berpendapat bahwa transduksi dan individualisme merevolusi pemikiran sistem Barat, sebuah tradisi yang kita warisi hingga saat ini.

Konsep transduksi dan individuasi memungkinkan kita melihat kaitannya dengan fungsi dan perkembangan artefak teknologi. Konsep-konsep ini menunjukkan bagaimana makna transformasi yang sama dimiliki oleh alat dan proses serta mekanisme kognitif yang ditemukan di artefak lain.

Dalam kasus jam tangan pintar, Simondon telah berargumen sejak awal bahwa artefak teknis bukan hanya objek empiris, namun selalu bermasalah. Artinya artefak teknologi muncul dan dianggap memiliki tujuan tertentu. Artefak teknis bukanlah objek masalah eksternal. Sebaliknya, objek tersebut merupakan masalah internal yang diberikan untuk mencapai tujuan yang sama.

Simondon juga terbuka tentang objek teknologi yang memiliki makna politik. Ia melihat kemungkinan adanya subjektivitas individu dan proses subjektivitas politik di dalamnya. Artefak teknis mungkin berfungsi atau tidak karena cara target diidentifikasi, dibuat, dan dilacak. Proses terbentuknya juga bersifat historis, namun dalam beberapa hal dapat diamati seperti terlihat pada proses terbentuknya individu dan masyarakat.

Evolusi jam begitu sederhana dan linier sehingga terlihat jelas bagi para ahli teori determinisme teknologi. Dimulai dengan jam saku, jam tangan ini berkembang menjadi jam tangan tempur udara dan memperkenalkan digitalisasi ke dalam jam tangan pintar.

Dengan mengambil asumsi Gilbert Simondon sebagai pedoman, kita dapat melihat kekhawatiran di balik setiap perkembangan teknologi. Visi Simondon jauh lebih maju pada masanya, memungkinkan kita memahami detail evolusi suatu objek sesederhana jam tangan yang biasanya tidak terlihat sekilas.

Seperti yang diungkapkan Simondon, selalu ada hikmahnya ketika kita mencoba mengkaji ulang motivasi atau niat awal seiring dengan perubahan teknologi yang membuka jalan. Menurut Simondon, jam tangan pintar merupakan artefak ponsel yang masih memiliki jejak kegunaan yang berbeda dari tujuan aslinya.

Mengingat individualitas yang melekat pada jam tangan pintar, penting untuk memahami interaksi antara manusia sebagai pengguna dan teknologi sehari-hari. Dengan kesadaran ini, kita dapat lebih memahami kekuatan di balik perubahan budaya dan teknologi.

*) Ressa Uli Patricia dan Mochamad Husni, Universitas Sahid, Jakarta, mahasiswa Doktor Ilmu Komunikasi, menyaksikan video “Penjualan smartwatch global naik 9% di Q3 2023” (afr/afr)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *