Jakarta –
Kematian di Singapura diperkirakan akan melebihi kelahiran pada tahun 2030. Situasi ini akan memperburuk krisis demografi negara tersebut.
Pada tahun 2023, 24.726 warga sipil akan meninggal. Jumlah tersebut 40 persen lebih tinggi dibandingkan 17.691 kematian pada tahun 2014.
Sebaliknya, angka kelahiran warga negara menurun pada periode yang sama. Juru bicara perdana menteri mengatakan kepada The Straits Times bahwa 28.877 warga negara akan lahir pada tahun 2023, turun 13 persen dari 33.193 pada tahun 2014.
Citizen Birth artinya minimal salah satu orang tua dari anak tersebut adalah warga negara Singapura pada saat anak tersebut lahir, sehingga anak tersebut secara otomatis memperoleh kewarganegaraan Singapura segera setelah ia lahir.
“Ketika tingkat kesuburan suatu negara menurun dalam jangka waktu yang lama, populasinya akan menua, dan jumlah kematian secara alami akan melebihi jumlah kelahiran,” kata Profesor Rong Rong, direktur ilmu sosial di Biro Sains, Teknologi, dan Penelitian. Institut Pembangunan Manusia dan Potensi.
Tingkat kesuburan total penduduk Singapura – jumlah rata-rata anak per wanita selama masa suburnya – telah menurun selama 30 tahun terakhir.
Pada tahun 2023, angka ini akan turun dari 1 menjadi 0,97 untuk pertama kalinya dalam sejarah Singapura.
Selama dua dekade terakhir, Singapura telah mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan angka kelahirannya. Hal ini termasuk bonus tunai bayi untuk bayi baru lahir, lebih banyak cuti melahirkan dan cuti ayah, serta perluasan pendanaan bersama pemerintah untuk perawatan fertilisasi in vitro bagi wanita lanjut usia.
Di sisi lain, populasi Singapura menua dengan cepat. Pada tahun 2010, satu dari 10 warga Singapura berusia 65 tahun ke atas. Pada tahun 2030, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi satu dari empat. Tonton video “Setelah Jepang dan Korea Selatan, Singapura menghadapi krisis demografi” (kna/naf)