Jakarta –

Ransomware telah menjadi ancaman besar bagi banyak bisnis dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ternyata ransomware sudah ada lho, 35 tahun lamanya.

Pada tanggal 1 Januari 1990, dr. Joseph Lewis Andrew Popp Jr., seorang ahli biologi Amerika, mendistribusikan disket berukuran 5,25 inci berlabel ‘Informasi AIDS – Disket Pengantar 2.0’.

Disket ini berisi virus Trojan yang kemudian menyebar ke 20.000 korban, termasuk pelanggan majalah PC Business World, berbagai milis, dan bahkan peserta konferensi AIDS Organisasi Kesehatan Dunia.

Serangan ini dirancang khusus untuk mengeksploitasi ketakutan masyarakat terhadap epidemi AIDS. Di sisi lain, kesadaran pengguna komputer terhadap virus masih minim, begitu pula konsep bahwa virus dapat menyandera data pengguna. Ini dr. Pop karena penyebaran ransomware.

Tentu saja ransomware ini sangat ‘mentah’ dibandingkan ransomware masa kini. Namun ransomware ini terbilang cukup canggih pada masanya.

Ransomware ini hanya mengenkripsi nama file, bukan file sebenarnya. Dan ini ternyata merupakan kelemahan signifikan dari sistem penamaan file. Sedemikian rupa sehingga perlu dibuat dua perangkat lunak khusus ‘AdsOut’ dan ‘AdsClear’, yang dibuat oleh John Sutcliffe dan Jim Bates, untuk memerangi ransomware ini.

Namun, kerusakan yang disebabkan oleh ransomware sudah meluas. Banyak perusahaan mengalami kerugian dan kehilangan data yang sangat besar akibat serangan ini. Salah satu yang paling terkena dampaknya adalah organisasi kesehatan Italia, yang mengatakan mereka telah kehilangan data penelitian selama puluhan tahun.

Dr. Paus akhirnya ditangkap dan diekstradisi. Namun, ahli biologi berusia 41 tahun itu berhasil ‘selamat’ karena bertingkah aneh setelah ditangkap. Dia pada akhirnya dianggap memiliki gangguan mental dan karena itu tidak kompeten untuk diadili.

Beberapa saksi mata mengaku pernah melihat Paus mengenakan kondom di hidungnya, membawa kotak kardus, dan melakukan berbagai aksi eksentrik lainnya. Akhirnya, alih-alih masuk penjara, dia malah dirawat di Rumah Sakit Maudsley di London.

Namun, kesehatan mental Pop juga dipertanyakan. Pasalnya, pendistribusian floppy disk tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yakni setara dengan 10 ribu poundsterling atau 31 ribu poundsterling saat ini.

Belum lagi biaya termasuk mendaftarkan perusahaan bernama ‘PC Cyborg’ di Panama, serta menyewa akomodasi di London, Inggris. Tidak diketahui berapa banyak korban yang membayar uang tebusan.

Namun yang jelas uang tebusan yang harus dibayarkan sangat besar. Meski hanya 1% korban yang membayar uang tebusan, Paus sudah bisa menghasilkan uang, seperti dikutip Detikinet dari TechSpot, Rabu (22/1/2025). Tonton video “BRI Dugaan Korban Ransomware: Jaga Keamanan Data Pengguna” (ASJ/RNS)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *