Jakarta –

Read More : AP I dan II Resmi Merger Jadi Angkasa Pura Indonesia

Layang-layang itu seperti mainan. Namun ternyata dibalik layang-layang tersebut terdapat kandungan spiritual dan budaya.

Bandung, Guru Besar Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) sekaligus penggiat olah raga tradisional Zaini Alif menjelaskan, layang-layang sudah menjadi benda spiritual sejak zaman dahulu. Penemuan lukisan batu di sebuah gua di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara merupakan praktik pengiriman arwah orang mati ke surga.

“Sebagai tindakan spiritual, bisakah layang-layang menjadi seperti roh yang membawa orang mati?” Seseorang yang rohnya sudah mati memerlukan panduan untuk memulihkannya. Layang-layang yang baik adalah panduan untuk mengirimkan roh kepada-Nya dengan layang-layang yang berkonsep budaya. .

Tak hanya itu, ia menambahkan, terbang layang sebagai salah satu olahraga merupakan perkembangan modern. Jika Anda ingat informasi yang Anda miliki, menerbangkan layang-layang adalah aktivitas yang dilakukan anak-anak. Ya, itu berhasil.

Jadi jika orang dewasa mempunyai pekerjaan seperti sekarang, maka anak-anak juga melakukan pekerjaannya seperti yang kita kenal sekarang, yaitu bermain. Layang-layang digunakan sebagai sarana belajar anak untuk melihat dan belajar tentang nyeri dada.

“Nah, permainan di dalam gua, menggambar layang-layang itu bukan bagian dari permainan, jadi ketika saya membaca artikel Siksa Kandang Karesian, permainan itu hanya sekedar pekerjaan,” kata Zaini.

“Bisa dikatakan tidak ada permainan, karena yang kita sebut permainan adalah semua pekerjaan yang dilakukan, dan ini membuktikan dari penelitian saya bahwa ketika saya meneliti di Baduy itu bukan disebut bermain, melainkan disebut. Dinamakan Naga (Pekerja Anak).

“Seperti orang dewasa, mereka punya pekerjaan, dan anak-anak punya pekerjaan, pekerjaan itu seperti bermain hari ini, tapi ‘Mereka tidak pernah bicara tentang layang-layang, saat itu itu bukan permainan tapi alat untuk manusia.’ Sudah tua dan dewasa, betapa mudanya dia menyadari bahwa nyeri dada itu bagian dari konsep pemupukan tanah dan sebagainya, ”kata Zaini.

Dalam membaca muncullah semangat syukur, yaitu anak-anak menjilat jari untuk menentukan ke mana angin akan pergi dan terbang. Menurut Zani, hal tersebut merupakan pembelajaran dari masa lalu, ketika di Kerajaan Batu Sangke diperlihatkan prosesi pemilihan raja juga menggunakan layang-layang.

Nanti kita akan melihat bagaimana calon raja menerbangkan layang-layang tersebut, menjaga keseimbangannya dan bergerak mengikuti arah angin.

“Di Batu Sangke pun saya belajar dari banyak penelitian bahwa ketika raja memotong di Batu Sangke, ada layang-layang yang dipotong. “Bagaimana dia berinteraksi dengan masyarakat, lingkungan, pengelola dan sebagainya.”

“Kalau bertiup, tahu cara mengendalikannya, mengikuti arah mata angin dan menghormati perubahan angin, banyak hal yang juga menjadi bagian keputusan raja,” kata Zaini.

Pukulan bukan hanya untuk olahraga. Layang-layang di udara yang dikendalikan oleh tali menunjukkan fakta bahwa angin adalah anugerah yang tak terlukiskan. Ini juga merupakan angin yang orang dahulu tahu kapan harus menanam.

Selain sebagai bukti adanya angin, angin juga merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas angin syukur.

“Layang-layang adalah bagian dari prosesi. Parade angin adalah bagian dari masyarakat agraris kita. Angin adalah alat pengangkut serbuk sari yang membantu petani (tanaman mereka) untuk menyuburkan angin.” Angin barat dan angin timur memutuskan, “Kapan langit turun hujan, kapan menanam padi, kapan merawatnya, dan kapan menanam padi.”

Tak hanya layang-layang, di beberapa tempat ritual diwakili oleh kolecer (Sunda), kindekan (Bali), dan cipiran (Jawa). Zaini mengatakan, layang-layang dan perangkat lainnya merupakan bagian dari semangat menghadirkan sesuatu yang belum ada.

“Dalam perjalanan belajarnya pada saat itu, dia akan melakukan apa yang tidak ada.” Mengeluarkan bunyi sehingga bunyi tersebut merupakan bunyi yang menandakan keadaan jiwa yang benar. Sekarang,” kata Zaini.

Saksikan video “Jakarta International Kite Festival 2024 Digelar di Ancol” (fem/fem)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *