Zürich –
Satu dari tiga wisatawan menderita penyakit pencernaan dan pernafasan. Peneliti Swiss juga telah mengembangkan program untuk menemukannya.
Melansir Medical News, Kamis (28/11/2024) Sebuah program yang dikembangkan oleh para peneliti di Universitas Zurich di Swiss di masa depan dapat digunakan untuk mendeteksi wabah penyakit menular pada para pelancong.
Terkadang traveler hanya punya satu pengalaman saat bepergian ke luar negeri. Namun sayangnya, hal tersebut tidak hanya berdampak positif bagi perjalanan wisata, namun juga berdampak buruk bagi masalah kesehatan.
Program Perjalanan Masa Depan dikembangkan oleh peneliti dari Universitas Zurich bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Program ini tidak hanya bermanfaat bagi wisatawan, namun juga dapat mengendalikan penyebaran dan penularan penyakit menular seperti demam laut atau influenza.
Patricia Schlagenhauf, direktur penelitian di Institute for Biostatistical Epidemiology and Prevention di University of Zurich, mengatakan wisatawan adalah cerminan dari kesehatan destinasi mereka.
“Wisatawan merupakan indikator yang sangat baik mengenai apa yang terjadi di seluruh dunia. Mereka seringkali berperan dalam menyebarkan patogen ke berbagai belahan dunia.”
Patricia mencontohkan kasus Mpox yang baru-baru ini terjadi di Swedia yang dibawa oleh wisatawan dari Afrika. Kemudian, program ITIT memungkinkan wisatawan melaporkan gejalanya dengan mengisi kuesioner singkat.
Data ini kemudian digabungkan dengan data lokasi, data cuaca dan kualitas udara. Sebuah tim peneliti di Universitas Zurich menganalisis data yang dikumpulkan oleh program ini antara April 2022 dan Juli 2023, yang mencakup 470 kunjungan yang dicatat oleh 609 orang di seluruh benua.
Lebih dari sepertiga pelancong yang memiliki masalah kesehatan sering kali jatuh sakit saat bepergian.
Data dari program ini menunjukkan bahwa gangguan pencernaan adalah penyakit yang paling umum di kalangan wisatawan yang berkunjung ke Asia, sementara 19% jarang terjadi pada wisatawan yang berkunjung ke Afrika.
Mengingat perempuan melaporkan lebih banyak gejala diare secara signifikan dibandingkan laki-laki, ada kemungkinan perempuan lebih sering mengalami diare atau lebih berhati-hati saat mencatat informasi gejala dalam program. Penyakit pernafasan seperti influenza terjadi pada sekitar 17% wisatawan ke Eropa.
“Jangan lupa membawa kotak P3K bahkan saat bepergian ke negara berisiko rendah seperti Prancis atau Yunani,” kata Patricia.
Berdasarkan temuan penelitian tersebut, Patricia menyarankan para pelancong untuk membawa obat untuk mengatasi diare, mual, sakit kepala, dan demam selama perjalanan karena ini adalah masalah kesehatan yang membatasi orang selama perjalanan.
Tim peneliti saat ini sedang berupaya untuk memperluas jumlah pengguna program ini, memungkinkan peneliti melakukan analisis otomatis menggunakan kecerdasan buatan pada kumpulan data yang lebih besar. Misalnya saja untuk mendeteksi dini penyakit demam laut atau Mpox.
Patricia: “Ini merupakan pendekatan bottom-up, lebih cepat dibandingkan sistem pelaporan top-down.”
Bahkan lembaga pemerintah yang terorganisir seperti Otoritas Kesehatan Federal Swiss seringkali memerlukan waktu beberapa bulan untuk menerima nomor kasus.
“Teknologi seluler menawarkan solusi revolusioner untuk melacak penyakit yang berhubungan dengan perjalanan. Teknologi ini pada akhirnya akan membuat perjalanan kita lebih aman dan sehat.”
“Video: iPhone ini tidak bisa lagi menggunakan WhatsApp pada tahun 2025” (update/wsw)