Jakarta –

Read More : Sancho: Siapa Sangka Aku Sampai Final Liga Champions?

Menjadi pilot merupakan pekerjaan impian bagi banyak orang. Selain penghasilannya yang besar, profesi ini juga bisa memberinya perjalanan “gratis” keliling dunia.

Namun beban kerja dan tanggung jawab profesi ini sangat besar. Seorang pilot harus mampu menjamin keselamatan dan keamanan seluruh penumpang pesawat yang diterbangkannya.

Oleh karena itu, keterampilan dan keahlian pilot harus lebih diperkuat. Untuk itu peran profesi instruktur atau “staf pengajar” sangat diperlukan bagi penerbang.

Meski seringkali berperan di belakang layar, instruktur mempunyai tugas yang sangat penting untuk memastikan bahwa setiap pilot yang terbang memiliki standar yang sesuai.

Kepala Pusat Pelatihan dan Pengembangan Lion Group, Kapten Taufiq Hidayat mengatakan Lion Group sangat menjaga kualitas instrukturnya. Menurut dia, hal itu untuk memastikan mereka yang dilatih di Lion Group Training Center (LGTC) mampu menghasilkan pilot yang berkualitas sehingga keselamatan dan keamanan udara dapat tetap terjaga.

“Sekali lagi yang namanya pelatihan itu harus ada empat unsurnya, salah satunya adalah instruktur. Persyaratan untuk menjadi instruktur harus dipenuhi secara administratif dan berdasarkan pengalaman. Toh kita banyak melakukan penilaian,” kata Tawfik kepada detikcom di LGTC. Bandar Mas, Tangerang, beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, menjadi instruktur pilot tidaklah mudah. Mereka harus memiliki sejumlah kriteria seperti jam terbang yang memadai dan keterampilan lainnya.

“Ada penilaian pengetahuan, kepribadian dan kinerja, kemudian kita latih sebagai instruktur.” Begitu mereka menjadi instruktur, mereka mengikuti program dan membiarkan diri mereka belajar. Tentu saja hal ini juga diawasi oleh quality control. Kualitas instruktur di Lion Group selalu terjaga,” ujarnya.

Ia menambahkan, kualitas instruktur pilot Lion Group dijaga melalui sejumlah program, salah satunya adalah terjalinnya kerja sama pelatihan dengan produsen pesawat.

“Untuk menjadi instruktur harus mengikuti program yang kami buat. Jadi salah satunya kita harus membuat Master of Master Line, itu dilakukan sesuai pabrik pesawatnya, pabrikan pesawatnya berasal dari mana, jadi kita latih langsung di sana,” jelas Tawfiq.

Dia mencontohkan instruktur pilot pada pesawat pabrikan tertentu yang dilatih langsung oleh pabrikan tersebut untuk mengasah kemampuannya.

“Contohnya ada pabrikan yang punya fasilitas pelatihan di Toulouse, Miami, China, dan Singapura. Ya kita kirim ke Singapura dan dari sana dia bisa jadi instruktur,” ujarnya.

Ia menambahkan, untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan, upaya yang dilakukan tidak hanya itu. Lion Group memiliki sejumlah infrastruktur untuk menunjang kualitas pilot, salah satunya adalah simulator.

Fasilitas utama percontohan adalah simulator, namun di depan simulator juga ada beberapa penunjang, kata Taufik.

Dijelaskannya, untuk LGTC setidaknya Lion Group memiliki 11 simulator yang terdiri dari berbagai jenis pesawat. Total ada 10 simulator di Indonesia. Sementara di Thailand juga ada 1 unit.

Tawfiq menegaskan, pilot yang tidak memiliki kompetensi memadai tidak diperbolehkan menerbangkan pesawat. Tindakan tegas ini sengaja diambil agar keselamatan penumpang dapat terus dijaga oleh Lion Group.

“Perusahaan yakin melalui pelatihan yang lebih baik dapat memberikan rasa nyaman dan aman kepada penumpang. Kita serius, misalnya kalau ada orang (pilot) yang tidak bisa di simulator, kita akan keluarkan bagaimana pun cara menerbangkan pesawatnya, itu pun di pelatihan simulator tidak bisa, jadi kamu tidak akan memberiku sentuhan apa pun di pesawat,” tutupnya.

Tonton video “Melihat Simulator Pesawat Lion Air Senilai Rp 400 Miliar” (cm/ega)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *