Jakarta —
Read More : Acer PD Konsol Genggam Nitro Blaze 7 Bisa Ungguli Kompetitor
Kementerian Perindustrian (Kemenperina) menyebut Menteri Keuangan Sri Muljani Indrawati tidak transparan terkait isi 26.415 kontainer yang menumpuk di pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak pada Mei lalu. Padahal, hal tersebut dinilai penting untuk meminimalisir dampaknya terhadap industri.
Sekretaris Pers Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menginformasikan, Menteri Perindustrian Agus Gumivans Kartasasmita telah menerima surat balasan dari Menteri Keuangan yang dikirimkan dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Namun, kata dia, data tersebut belum cukup transparan untuk membantu Kementerian Perindustrian mengambil langkah mitigasi.
“Sayangnya, data yang disampaikan dalam surat tersebut tidak bisa kita manfaatkan untuk memitigasi dampak pelepasan puluhan ribu kontainer terhadap industri, karena terlalu makro, tidak detail dan hanya parsial. isi puluhan ribu kontainer yang ‘disembunyikan’ kata Febri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/8/2024).
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian mengaku hingga saat ini belum mampu merumuskan kebijakan maupun langkah yang dapat diprediksi untuk mengeluarkan isi peti kemas tersebut dari pelabuhan, meski indikator industri manufaktur dalam negeri turun pada Juli 2024. pada IKI (Industrial Confidence Index) dan penurunan berdasarkan Purchasing Managers’ Index (PMI), S&P manufaktur Global. Dalam surat tanggapan tersebut, Dirjen Bea dan Cukai memberikan data isi peti kemas sebanyak 26.415 peti kemas yang dikelompokkan menurut Kategori Ekonomi Administratif (BEC), yaitu 21.166 peti kemas berupa bahan baku dan barang habis pakai (80,13%), 3.356 peti kemas untuk konsumen. barang-barang. . (12,7%), dan alat produksi sebanyak 1.893 kontainer (7,17%). Data rinci mengenai 10 produk/kontainer teratas dari masing-masing kelompok juga tersedia dalam dokumen terlampir.
Febri mengatakan, data yang tertera dalam surat Dirjen Bea dan Cukai hanya menjelaskan 12.994 muatan kontainer atau 49,19% dari total 26.415 data kontainer. Sedangkan sisa 13.421 kontainer tidak dijelaskan dengan baik.
“Ini janggal dan janggal mengingat Dirjen Bea dan Cukai mengklaim telah mengeluarkan seluruh peti kemas tersebut dari pelabuhan. Secara hukum, Dirjen Bea dan Cukai memiliki data tersebut dalam sistem informasi digital dari 26.415 peti kemas tersebut. yang sudah mereka bersihkan dan bisa segera diserahkan ke Kementerian Perindustrian,” kata Febri.
Febri juga menjelaskan, permohonan impor Kementerian Perindustrian berdasarkan kode HS 8 digit dan tercantum dalam dokumen impor yang dimiliki Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sedangkan keterangan yang diberikan dalam surat balasan adalah 2 digit kode HS.
Oleh karena itu, tidak mungkin mengetahui barang sebenarnya baik berupa bahan mentah maupun barang jadi. Selain itu, Kementerian Perindustrian juga telah meminta Dirjen Bea dan Cukai memberikan data rinci kode HS barang impor 8 digit dari 26.415 kontainer yang ditumpuk di pelabuhan tersebut.
“Data impor barang dengan kode HS 8 digit sangat diperlukan Kementerian Perindustrian. Karena jika ada produksi yang bisa diproduksi di dalam negeri maka akan membekas di industri dalam negeri. Inilah pentingnya impor. Pengendalian, karena jika ada produksi yang bisa diproduksi di dalam negeri maka akan berdampak pada industri lokal, terutama untuk produk yang mengandung bahan baku HS,” jelasnya.
Menurut dia, Kemenperin juga perlu mendapatkan data yang lebih valid berupa kode HS 8 digit dan sesuai jumlah yang dikeluarkan Dirjen Bea dan Cukai RI sejak Peraturan Menteri Perdagangan No. 8. Hal ini agar penangguhan produk impor dapat diwaspadai melalui kebijakan yang tepat untuk meningkatkan daya saing produk industri dalam negeri.
Selain itu, Febri juga menilai pemusnahan sebagian barang dari 26.415 kontainer juga merupakan hal yang aneh, karena menandakan isi kontainer tersebut merupakan barang yang dilarang masuk ke Indonesia, namun termasuk dalam kelompok 26.415 kontainer.
Menurut dia, Dirjen Bea dan Cukai harus memberikan informasi kapan dan di mana barang pemusnahan tersebut diimpor dan dibongkar di pelabuhan, serta jumlah kontainer dan kode HS-nya, serta protokol pemusnahannya.
“Kementerian Perindustrian membutuhkan data yang valid dan reliabel serta cepat tersedia untuk mengantisipasi penurunan kinerja industri manufaktur dalam negeri saat ini,” tutupnya.
Sebagai tambahan informasi, Menteri Perindustrian Agus Gumivans Kartasasmita mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan pada 27 Juni lalu yang meminta data muatan 26.415 kontainer yang diblokir di pelabuhan. Kemudian pada 17 Juli, Dirjen Bea dan Cukai menandatangani surat tanggapan atas permintaan data dari Menteri Perindustrian.
Kemudian, pada 31 Juli 2024, Dirjen Bea dan Cukai kepada media menyampaikan surat balasan kepada Menteri Perindustrian dengan permintaan memberikan data 26.415 muatan peti kemas dan sebagian muatan peti kemas tersebut dimusnahkan. .
Pada hari yang sama, Perwakilan Kementerian Perindustrian Febri Hendri membantah pernyataan Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang menyebutkan Kementerian Perindustrian tidak menerima surat dari Dirjen Bea dan Cukai. Perwakilan Kementerian Perindustrian juga menanyakan BAP (protokol pemusnahan) rincian beberapa barang dari 26.415 kontainer yang dimusnahkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada 2 Agustus 2024, Menteri Perindustrian.
Baru pada 2 Agustus, Menteri Perindustrian Agus Gumivans Kartasasmita resmi menerima surat balasan dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai. (shc/das)