Jakarta –
Read More : Agen Hebat Pegadaian Dapat Penghargaan Mitra BUMN Champion 2024
Kementerian Keuangan angkat bicara soal rencana pemerintah mengenakan bea masuk sebesar 200% terhadap barang asal China. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Katsaribu mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai pihak.
Febrio menjelaskan, untuk keberlangsungan industri dalam negeri, Indonesia perlu memperhatikan sektor hulu dan hilir. Selain itu, banyak bahan baku yang bisa diproduksi di Indonesia.
“Ini akan kita lihat bersama-sama, apalagi Kementerian Perindustrian sudah mengatakan kita harus melihat dari hulu ke hilir.” Dari bahan mentah seperti serat, kain, hingga garmen, semuanya juga buatan Indonesia. ujarnya saat ditemui di Komplek DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2024).
“Jadi kita akan melihat bagaimana manufaktur Indonesia bisa tetap berkinerja baik di tengah kelebihan kapasitas Tiongkok,” tambahnya.
Dia menilai, Tiongkok kerap mengekspor terlalu banyak dan terkadang melakukan dumping. Hal ini harus disediakan oleh pemerintah melalui koordinasi Kementerian Keuangan dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan asosiasi terkait.
“Jadi memang ada ekspor yang berlebihan dan kadang bisa dibuktikan menjualnya dengan cara dumping. Ini sedang kita persiapkan bersama Kemenperin dan Kementerian Perdagangan, kemudian Kemenperin akan berdiskusi dengan asosiasi,” imbuhnya. .
Koordinasi ini diperlukan untuk menentukan besaran tarif yang disepakati. Namun Febrio belum bisa membeberkan besaran bea masuk produk China.
“Kami melihat semuanya dari atas ke bawah, lalu segera putuskan apa yang bisa diterapkan ke dalam tarif yang disepakati.” Seberapa tinggi bea masuknya untuk pakaian, nanti juga akan ada tindakan pengamanan bea masuk pakaian yang akan diterapkan pada bulan November 2024 berakhir, itu yang sedang dibicarakan,” jelas Fabrio.
Ia mengatakan, penetapan tarif bukan hanya berada di tangan Kementerian Keuangan, namun juga karena adanya masukan dari sektor industri. Selain itu, harus ada dua pertemuan untuk mengambil keputusan.
“Ini bukan BKF sendiri, jadi tata kelola, ada masukan dari industri yang terkena dampak, kemudian pertemuan dilakukan di dua tingkat.” Di sini tim pertama untuk kepentingan nasional, yang terakhir adalah tim perundingan bersama, itu yang akan kita putuskan Nanti. dia menyimpulkan. (atau/bunuh)