Jakarta –
Kementerian Kesehatan RI (Kemankes) menyebutkan, tidak banyak perbedaan gejala demam berdarah dengue (DBD) pada seseorang yang terinfeksi Covid-19. Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan, mengatakan hal ini dipengaruhi oleh respon imun.
“Faktanya, banyak laporan yang menunjukkan perubahan gejala demam berdarah setelah epidemi COVID-19. Hal ini terkait dengan perubahan respon imun pada tubuh seseorang yang terinfeksi Covid-19,” ujarnya. Melalui Antara, Sabtu (04/05/2024).
Imran mengatakan, gejala klasik demam berdarah seperti ruam merah dan mimisan setelah digigit nyamuk Aedes aegypti tidak selalu muncul setelah pandemi Covid-19. Gejala klasik lain yang biasa terjadi antara lain ruam merah yang muncul pada hari ketiga dan berlangsung hingga dua hingga tiga hari berikutnya.
Imran menambahkan, gejala baru demam berdarah lainnya mungkin muncul, seperti demam yang tidak kunjung hilang. Demam biasanya hanya terjadi empat hingga sepuluh hari setelah gigitan nyamuk.
Ia mengatakan, proses deteksi DBD di Indonesia saat ini sudah lebih maju. Salah satu alat yang digunakan adalah rapid antigen (NS1).
“Jadi kita tidak menunggu sampai muncul gejala klasik yang terkadang menunda pengobatan. Jika mengalami demam tinggi disertai nyeri badan, sebaiknya segera ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan NS1, ”ujarnya.
Sebelumnya Kementerian Kesehatan melaporkan adanya peningkatan kasus demam berdarah di Indonesia pada minggu ke-17 tahun 2024. Jumlah kasusnya juga meningkat tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan data terakhir, sebanyak 88.593 kasus DBD dilaporkan pada tahun ini dibandingkan 28.579 kasus DBD pada tahun lalu. Total kematian hingga saat ini mencapai 621 orang, meningkat signifikan dibandingkan tahun 2023 yang berjumlah 209 kasus pada periode yang sama. Simak video “Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah mempertanyakan program pengendalian DBD dengan Wolbachia” (avk/kna)