Jakarta –
Memang tidak seberapa, namun pada beberapa kasus, ibu hamil mengalami kontraksi hingga harus melahirkan selama penerbangan. Mengapa hal ini bisa terjadi padahal ibu hamil dilarang terbang?
Andika Widyatama, dokter spesialis kebidanan dan kandungan di RS Mayapada Jakarta Selatan, sebaiknya menghindari kasus ibu hamil yang melahirkan di pesawat. Untuk bisa terbang, umumnya ibu hamil terlebih dahulu menjalani pemeriksaan dan harus menunjukkan surat keterangan dari dokter pemeriksa.
“Beberapa maskapai penerbangan bahkan terkadang meminta ibu hamil untuk diperiksa ulang di pusat kesehatan untuk memastikan kondisinya baik,” jelas dr Andika kepada detikcom, Minggu (15/9/2024).
“Kalau mengikuti protokol, hal ini tidak boleh terjadi (melahirkan di pesawat),” tegasnya.
Namun, menurut dr Andika, awak yang bertugas selama penerbangan biasanya sudah dilatih untuk menghadapi situasi darurat. Bukan hanya ibu yang melahirkan, tapi juga keadaan tak terduga lainnya.
Lebih lanjut, menurutnya, Anda juga bisa meminta bantuan dokter atau dokter spesialis yang memiliki pengalaman medis di dalam pesawat. Dalam keadaan darurat ini, persalinan tidak perlu menunggu kunjungan ke dokter kandungan.
“Paling tidak dokter umum, bidan, dan perawat belum punya pengalaman,” jelas dr Andika.
Secara umum, dokter kandungan menyarankan ibu hamil hanya melakukan perjalanan dengan pesawat antara minggu ke-14 dan ke-28 kehamilan. Artinya, kondisi ibu dan rahim juga dalam keadaan baik dan tidak ada risiko komplikasi.
Tonton video “Mitos atau Fakta Film: Ibu Hamil yang Banyak Makan Bumbu Pedas Bikin Bayi Botak” (atas/atas)