Jakarta

Komponen pajak menjadi salah satu faktor penentu harga jual sebuah mobil di pasaran. Porsi pajaknya saja bisa mencapai 40% dari harga dasar harga jalanan.

Peneliti senior Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Riyanto menjelaskan apa saja pajak yang dikenakan kepada konsumen.

Selain instrumen perpajakan seperti pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak penjualan (PPn), pajak kendaraan bermotor (BBNKB), pajak kendaraan bermotor (PKB), juga terdapat biaya penerbitan dokumen seperti STNK, BPKB dan TNKB.

“Pajak mobil van kita 40%, PPn 11%, PPnBM 15%, BBNKB 12,5%, PKB 1,75%. Jadi 40% harga SUV lebih mahal 40% on the road,” ujarnya.

“Di beberapa segmen, harga mobil lebih mahal dibandingkan di Thailand.”

“Jadi kalau kita analisa komponen harga ini, sebenarnya ada beberapa yang berhasil meningkatkan penjualan mobil,” jelasnya lebih lanjut.

Tarif PPnBM mengacu pada Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.010/2021 yang menetapkan jenis kendaraan bermotor yang dikenakan pajak atas penjualan barang mewah dan tata cara perpajakan, pemberian, dan pengelolaan barang mewah. pembebasan dan pengembalian pajak penjualan.

Misalnya untuk Low PMV, mobil dengan kapasitas mesin kurang dari 3.000 cc dan konsumsi bahan bakar minimal 15,5 liter/km persentasenya 15%. Ini merupakan pengenaan PPnBM termurah.

Sedangkan untuk penerapan tarif PPN, seperti diketahui, mulai 1 April 2022 PPN dinaikkan menjadi 11%. Kebijakan baru itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Alat penentu lainnya adalah besaran BBNKB. Seperti diketahui, BBNKB tiap daerah berbeda-beda. Misalnya, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024, DKI Jakarta saat ini menetapkan tarif BBNKB sebesar 12,5%.

Selain itu, ada tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) khusus Jakarta sesuai Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 1 Tahun 2024, Tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang mana kepemilikan pertama dikenakan pajak sebesar 2% dari nilai jual kendaraan bermotor.

Dalam pembelian mobil, biasanya dilakukan penerbitan pemerintah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Setelah menerima pajak, keuntungan dari penjualan dealer, dll biasanya tidak ditambahkan.

Usulan agar PPnBM ditanggung pemerintah kembali mengemuka

Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan tarif pajak saat ini bisa mencapai 40%.

“Harga mobil ini juga sedang dibicarakan dengan pemerintah daerah, karena BBNKB jadi masalah, ini yang membuat harga mobil ini luar biasa mahalnya, karena kalau ditotal bisa lebih dari 30-40% dalam bentuk pajak,” dia menambahkan.

“Namun mereka tidak mau rugi karena rata-rata Pemprov mendapat 60-80% PAD-nya dari pajak kendaraan,” lanjutnya.

Berdasarkan data grosir (distribusi dari pabrik ke dealer) Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan Januari-Juni 2024 hanya mencapai 408.012 unit, atau turun 19,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penjualannya bisa mencapai setengah juta unit, tepatnya 506.427 unit pada semester I 2023.

Penurunan penjualan mobil di pasar domestik disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kenaikan suku bunga, meningkatnya kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL), pengetatan pembiayaan pinjaman oleh lembaga keuangan, dan pengurangan jam kerja akibat pemotongan. pada hari libur editorial. seperti waktu Idul Fitri.

“Kalaupun yang kita harapkan seperti PPnBM DTP, tapi kalau dikurangi penjualannya naik atau tidak? Terbukti tahun 2021 akan naik dari 500 menjadi 800.000 dalam beberapa bulan, level ini harus kita pertahankan,” jelasnya lebih lanjut.

Menurut kajian LPEM UI, penyebab tren negatif penjualan mobil di Indonesia disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat. Untuk itu, seperti pada masa pandemi sebelumnya, diperlukan paket kebijakan fiskal lain dari pemerintah seperti PPnBM DTP.

Sebagai solusi jangka pendek, Riyanto menyarankan agar pemerintah memberikan stimulus fiskal agar masyarakat kelas menengah atas yang saat ini hampir masuk dalam kategori kaya bisa membeli mobil baru. Pada saat yang sama, perlu dirancang program “mobil ekonomi” atau pemutakhiran program KBH2 (LCGC).

Hilangnya sumber penerimaan negara dari PPnBM tentu akan berdampak pada berkurangnya penerimaan negara. Namun tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan diimbangi dengan peningkatan permintaan dan produksi dari industri manufaktur.

“Di satu sisi PPnBM bisa turun, di sisi lain PPN termasuk PKB akan meningkat, produksi mobil akan meningkat, produksi industri suku cadang akan meningkat, kita akan mengalami kenaikan pajak badan atau pajak penghasilan orang pribadi. , kata Riyanto.

“Dari situ lapangan kerja akan tercipta, investasi kita meningkat, multiplier effect,” imbuhnya. Saksikan video “Sosialisasi Pajak Kendaraan Bermotor di Wilayah Kota Bandung – Bapenda Jawa Barat” (riar/lua)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *