Jakarta –
Hamzah Has, wakil presiden kesembilan RI, merupakan sosok yang berjasa dalam pembangunan perekonomian negara. Salah satunya adalah bagaimana permasalahan BBM diselesaikan pada era reformasi.
Didik J. Lakhwini, ekonom senior INDEF dan rektor Universitas Paramadina, mengatakan Hamzah Has adalah pemimpin yang berkomitmen menjaga kepentingan negara namun tetap pragmatis. Hal itu tercermin saat dirinya terlibat langsung dalam penanggulangan krisis APBN.
“Didedikasikan untuk kepentingan nasional secara menyeluruh tanpa meninggalkan aspek realistis dan rasional. Berbeda dengan pemimpin idealis utopis yang tidak berpijak pada kenyataan. Misalnya, 20 tahun lalu, krisis APBN Hamzah memiliki “gunung yang harus diselesaikan,” kata Didik. dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23 Juli 2024).
Didik menjelaskan, akibat krisis APBN, pemerintah harus menaikkan harga BBM beberapa kali pada awal reformasi (2000-2005). Langkah ini bertujuan untuk mengurangi beban belanja negara, khususnya untuk pemberian subsidi.
Hamzah kala itu menjelaskan, dirinya berusaha menenangkan pihak-pihak yang kesal dengan kebijakan kenaikan harga BBM. Hal ini penting mengingat kebijakan ini sangat sensitif bagi masyarakat Indonesia dan bahkan dapat menimbulkan krisis politik.
“Pada pertengahan tahun 2000-an atau tahun 2005, perdebatan mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mencapai puncaknya dan dapat berujung pada krisis politik. “Kami terlibat langsung dalam kenaikan tersebut, tidak hanya dalam melindungi krisis politik, tetapi juga juga dalam melakukan lobi untuk mengatasi krisis APBN,” kata Didik.
Didik menjelaskan, meski tak puas dengan kebijakan kenaikan BBM, Hamzah Hass akhirnya terpaksa menyetujui langkah pemerintah. Sebab, sebagai wakil presiden, dia tahu betul bahwa kondisi APBN saat itu harus dibuat lebih sehat, dan salah satunya adalah dengan mengurangi nilai subsidi.
“Subsidi barang boros dan harus diganti dengan subsidi rakyat. Hamzah membantu meredakan situasi dan meskipun tidak populer, menaikkan harga BBM adalah pilihan yang rasional, kami sepakat untuk menaikkan harga BBM karenanya,” jelas Didik.
“Dalam hal ini Pak Hamza Haz tergolong pemimpin yang mendukung kebijakan berbasis bukti. Krisis politik akan menimbulkan permasalahan baru yang akan meluas ke krisis ekonomi umat,” jelasnya lagi.
Kebetulan, dalam memorandum detikcom disebutkan bahwa kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak pernah populer di masyarakat. Tak lepas dari kepemimpinan Hamza Haz sebagai wakil presiden yang didampingi Megawati Soekarnoputri yang tercatat sudah empat kali naik jabatan.
Peringkat harga bahan bakar pada bulan Agustus 2001 adalah premium Rp 1.450/liter, minyak tanah Rp 1.205/liter dan solar Rp 1.190/liter. Kemudian, pada Oktober 2004, harga premium diubah menjadi Rs 1.810/liter, minyak tanah menjadi Rs 1.800/liter, dan solar menjadi Rs 1.650/liter. (fdl/fdl)