Jakarta –
Prabowo Subianto – Target investasi Indonesia mencapai 2.000 triliun yuan pada masa pemerintahan Gibran Rakabuming Raqqa, demikian diumumkan Badan Koordinasi Penanaman Modal/Penanaman Modal (BKPM).
Wakil Menteri Investasi/BKPM Yuliot Tanjung mengatakan jumlah besar tersebut ditargetkan seiring dengan target Prabow-Kibran yang menargetkan pertumbuhan ekonomi negara sebesar 7 hingga 8 persen pada tahun 2025 hingga 2029. Rp 2000 triliun diambil berdasarkan perhitungan dan perkiraan BKPM.
“Pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 7 hingga 8 persen pada tahun depan berarti tidak ada cara lain untuk meningkatkan investasi untuk mendukung pertumbuhan tersebut. Oleh karena itu, menurut perhitungan kami, kami memperkirakan tahun 2025. Ini akan memiliki tujuan investasi. Dari Rp1.900 menjadi Rp2,2 triliun, kata bank sentral.
Elliott kemudian mengungkapkan, target investasi Rp1.900-Rp2.000 triliun ini lebih tinggi 16% dibandingkan target pencapaian investasi pada tahun 2024 yakni Rp1.650 triliun. Menurut dia, angka tersebut menjadi tantangan besar karena belum ada sektor ekonomi lain yang mencatat rata-rata pertumbuhan dua digit.
“Tidak ada sektor ekonomi yang pertumbuhannya rata-rata dua digit,” jelasnya. Jadi ini adalah beban kita bersama.”
Elliott menguraikan beberapa cara yang bisa dilakukan partai untuk mencapai hal ini. Partainya mendorong integrasi kebijakan investasi. Hal ini karena kebijakan investasi seringkali bersifat individual.
“Selama ini kita melihat kebijakan terkait investasi masih tersembunyi dan terfragmentasi. Ke depan, kita harus menerapkan integrasi,” jelas Juliet.
Karena itu Kementerian Investasi/BKPM ingin memperkuat empat pilar tersebut, jelas Juliet. Pilar pertama adalah kebijakan investasi yang meliputi fasilitasi penerbitan izin usaha, mendorong investor, pengurangan pajak, dan pembebasan bea masuk.
Di sisi lain, karena kebijakan Global Minimum Tax (GMT), pihaknya juga akan menyesuaikan tarif pajak perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia.
Ia menjelaskan: “GMT ada jika perusahaan yang melakukan kegiatan penanaman modal, khususnya perusahaan multinasional, tidak memungut pajak yang dipungut di negara asal investor. Mengatur berbagai kebijakan terkait kebijakan investasi.
Pilar kedua kebijakan industri menyatakan bahwa kebijakan industri harus disesuaikan untuk meningkatkan nilai industri dalam negeri, termasuk daya saing. Selain itu, kebijakan industri juga perlu dikoordinasikan karena implementasinya seringkali dilakukan lintas departemen dan lembaga seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Pertanian untuk industri hulu dan hilir. profesi.
Pilar ketiga adalah dukungan kebijakan keuangan, karena setiap investor yang ingin berinvestasi memerlukan dukungan keuangan dari lembaga keuangan dan bank. Oleh karena itu, hal ini juga harus diintegrasikan dengan politik.
Sedangkan pilar keempat adalah memperlancar kegiatan investasi melalui sistem Online Single Transfer (OSS). Elliott mengatakan investasi tidak bisa diukur dari jumlah investor yang berinvestasi dalam jumlah besar. Untuk meningkatkan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA), Kementerian Investasi/BKPM juga harus memfasilitasi penanaman modal oleh UKM.
Elliott mengatakan hingga 4 Agustus 2021, terdapat sekitar 10 juta pelaku UMKM yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang terdaftar di sistem OSS. Namun, diakuinya, karena OSS didukung oleh 68 organisasi lintas kementerian dan lembaga (K/L), masih terdapat permasalahan transfer data yang harus diselesaikan.
“Sistem OSS mendukung 68 sistem di K/L. Kalau platformnya tidak sama sistemnya dan ada masalah aliran data saat integrasi, maka tidak akan berjalan dengan baik, tentu akan mengganggu pelayanan perizinan, jadi kami juga meningkatkan sistem pendukungnya,” katanya.
Tonton juga videonya: Kongres Sains ke-6 mendahulukan Indonesia
(bunuh / bunuh)