Jakarta –
Kemacetan menjadi kenyataan sehari-hari bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Siapa sangka kebisingan lalu lintas ini menimbulkan kerugian hingga Rp 100 triliun per tahun.
Kepala Dinas Perhubungan Dinas Perhubungan DKI Jakarta (SPBE) Zulkifli mengatakan kerugian sebesar Rp 100 triliun terutama dikendalikan oleh potensi kerugian kesehatan akibat polusi dan hilangnya waktu akibat kemacetan lalu lintas. Kerugian diperkirakan mencapai Rp 60 triliun.
Kerugian lainnya terjadi pada biaya operasional kendaraan, termasuk biaya bahan bakar yang digunakan akibat masuknya kendaraan ke dalam pipa lalu lintas. Jumlahnya bisa mencapai Rp 40 triliun.
“Kerugian Rp 100 triliun sudah termasuk Rp 40 triliun. dari biaya operasional, misalnya bahan bakar, minyak, dll. Sekarang Rp 60 triliun itu berasal dari waktu perjalanan dan potensi pencemaran udara yang dihitung Rp 60 triliun,” jelas Zulkifli dalam diskusi publik Instran di Hotel All Season, Tamrin, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2024).
Pemprov sendiri, kata Zulkifli, akan meningkatkan penggunaan angkutan umum di Jakarta. Data menunjukkan hanya 18% penduduk Jakarta yang menggunakan angkutan umum, kelompok ini ingin menjaring 30% penduduk Jakarta yang menggunakan angkutan umum pada tahun 2030.
Hal lain yang bisa dilakukan agar masyarakat mau naik angkutan umum adalah dengan memberikan subsidi. Misalnya saja naik MRT Jakarta, menurutnya harga awalnya bisa mencapai Rp 30 ribu sekali jalan, namun kini harga MRT jarak jauh hanya Rp 14 ribu.
Besaran subsidi yang dibayarkan Pemprov DKI Jakarta, kata Zulkifli, mencapai Rp4,9 triliun pada 2023, naik dari tahun ini sebesar Rp5,5 triliun. Meski jumlah pendanaannya terkesan besar, namun menurut Zulkifli, jumlah tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan kerugian Jakarta akibat kemacetan lalu lintas yang mencapai Rp100 triliun per tahun.
Pada tahun 2023, dukungan kami sebesar Rp 4,9 triliun untuk MRT, LRT, dan Transjakarta. Pada tahun 2024 akan meningkat menjadi Rp 5,5 triliun. , ini kecil sekali,” kata Zulkifli. (p/rd)