Jakarta –
Tupperware kini terancam bangkrut setelah 78 tahun beroperasi. Hal ini terjadi karena persaingan yang ketat. Selain itu, perusahaan juga mempunyai beban keuangan yang semakin meningkat.
Perusahaan tersebut mengajukan pailit pada Selasa malam (17/09/2024) dengan utang $818 juta atau $12,3 triliun ($15,100 kurs).
CEO Tupperware Laurie Goldman mengatakan dalam pernyataannya kepada Reuters, Sabtu (21 September 2024): “Dalam beberapa tahun terakhir, posisi keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan makro. Perekonomian yang kompetitif.”
Seperti yang didokumentasikan dalam pengajuan kebangkrutan, Tupperware memiliki aset $7,5 miliar hingga $15 miliar. Namun, perusahaan tersebut memiliki utang yang sangat besar sekitar $15-150 miliar.
Dengan buruknya kondisi keuangan tersebut, kerugian yang dialami perusahaan juga semakin besar akibat dampak menurunnya permintaan dalam beberapa tahun terakhir.
Mulai tahun 2023, Goldman mencoba menghemat uang dengan melakukan restrukturisasi utang dan menandatangani perjanjian dengan bank investasi Mollis & Co untuk membantu mengeksplorasi opsi strategis.
Upaya yang dilakukan selama ini berhasil menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan. Masalah likuiditas suatu perusahaan merupakan ancaman bagi perusahaan untuk melanjutkan usahanya.
Masa keemasan Tupperware telah berlalu dan produknya kalah bersaing dengan kompetitor yang murah dan ramah lingkungan.
Perusahaan kini menunggu keputusan pengadilan dengan harapan bisa disetujui. Rencananya, jika disetujui, perseroan akan menjual asetnya secara terbuka dan transparan melalui proses kebangkrutan yang dikendalikan pengadilan.
Maklum saja, tiga kreditor utama Tupperware, Alden Global Capital, Stonehill Institutional Partners, dan Bank of America, menentang rencana perusahaan tersebut mengajukan pailit. (fdl/fdl)