Jakarta –

Read More : Ada Transmart Full Day Sale, Aneka Jajanan Kue Diskon Jadi Cuma Segini

Ketua Eksekutif Ikatan Sarjana Pariwisata Indonesia, Profesor Azril Azhari menjelaskan, Indonesia sudah mulai memperkenalkan konsep pariwisata bagi penyandang disabilitas pada tahun 2021. Sementara itu, dunia baru pertama kali diperkenalkan dengan istilah Accessible Tourism (AT). pada tahun 2019 melalui United Nations Tourism Organization (UNWTO) dan ONCE Foundation.

Menurut Azril, istilah “pariwisata disabilitas” belum begitu dikenal di dunia karena kata pariwisata banyak digunakan dan artinya dekat dengan Pariwisata untuk Semua. Menurut WHO (2023), 1,3 miliar orang atau sekitar 16% penduduk dunia mengalami disabilitas berat.

Artinya, ketersediaan seluruh fasilitas, produk, dan layanan wisata harus menjadi bagian utama dari kebijakan pariwisata berkelanjutan, kata Azril saat diwawancarai detikTravel, Rabu (18/12/2024).

Meski demikian, ia mengakui penerapan pariwisata ramah disabilitas di Indonesia masih terbatas. Kecuali toilet, tempat parkir atau landai, jadi disini bukan tempat yang spesial. Pentingnya sertifikasi adalah terbentuknya prinsip bersama

Menurut Azril, sertifikasi memiliki dua jenis utama, yaitu sertifikasi usaha dan sertifikasi profesi bagi wirausaha. Keduanya sangat penting dalam mewujudkan potensi destinasi dan keterampilan para wirausaha, terutama dalam adopsi konsep pariwisata.

Ia juga menegaskan, istilah “asisten penyandang cacat” mengacu pada layanan tambahan. Di sisi lain, pariwisata yang mudah diakses merupakan sektor penting yang sangat penting bagi wisatawan berkebutuhan khusus.

“Untuk mencapai pariwisata, Indonesia harus mengadopsi standar internasional yang merupakan standar internasional. Diantaranya aksesibilitas fisik seperti ramp dan lift, aksesibilitas emosional seperti pesan audio, dan aksesibilitas informasi yang mudah dipahami oleh penyandang disabilitas,” kata Azril. .Contoh dan masalah sedang digunakan

Beberapa tempat seperti Bali dan Yogyakarta telah mengadopsi standar internasional, misalnya pantai atau pura yang dapat diakses penyandang disabilitas. Pulau Mentawai juga menawarkan aktivitas selancar yang dapat dinikmati oleh penyandang disabilitas.

Namun Azril menegaskan penerapannya terbatas.

“Kita menghadapi permasalahan besar seperti kurangnya pemahaman antara pengusaha dan pemerintah daerah, serta kurangnya pendiri atau pemimpin yang dapat menggagas ide pariwisata. Padahal, peluang di pasar pariwisata sangat besar, yang menghabiskan 58,7 miliar dolar per tahun (PR Newswire, 2020),” katanya. Mengubah paradigma pariwisata dengan teknologi

Azril membenarkan pariwisata saat ini sudah beralih dari wisata massal ke wisata khusus, termasuk wisata berbiaya rendah. Ia juga menekankan pentingnya peran teknologi, terutama dalam memfasilitasi ketersediaan ide melalui alat bantu audio, visual, dan visual.

“Pariwisata bukan lagi soal kuantitas, tapi soal kualitas. Dengan memadukan teknologi dan melibatkan masyarakat secara aktif dalam perencanaan, pengembangan, dan evaluasi, kita bisa mewujudkan Pariwisata untuk Semua,” kata Azril sebagai atraksi.

Azril menekankan pentingnya menciptakan komunitas yang terintegrasi untuk mendukung pariwisata Indonesia. Ia menambahkan, ketersediaan tenaga kerja penyandang disabilitas yang berkualitas akan menjadi daya tarik tersendiri yang akan memperkaya sektor tersebut.

Namun tujuan utamanya tetap pengembangan fasilitas yang memenuhi standar internasional untuk memberikan pelayanan kepada pengunjung berkebutuhan khusus, kata Azril.

Indonesia mempunyai peluang besar untuk menjadi pionir pariwisata berbiaya rendah di Asia Tenggara. Dengan pengetahuan yang mendalam, sertifikasi yang komprehensif, penerapan teknologi dan keterlibatan masyarakat, Indonesia dapat menciptakan lingkungan terpadu yang tidak hanya berdampak pada perekonomian, tetapi juga memperkuat moral masyarakat. Saksikan video “Pertunjukan air seru di kolam Mercure Hotel Bandung” (fem/fem)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *