Jakarta –
Akibat serangan ransomware di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2, pemerintah kini mewajibkan kementerian, lembaga, dan daerah untuk memiliki cadangan data.
Sebelumnya, PDNS 2 terkena ransomware terbaru bernama Brain Cipher, varian lanjutan dari ransomware Lockbit 3.0. Instansi pemerintah yang tidak memiliki cadangan data terpaksa harus menanggung akibatnya, sehingga berdampak pada layanan pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tajjanto mengatakan, pemerintah kini mewajibkan penyewa data center untuk melakukan backup data.
“Setiap tenant dan kementerian harus punya cadangan. Itu wajib, bukan pilihan,” kata Hadi dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (7/1/2024).
Apalagi kalau datanya dibackup, instansi pemerintah tetap punya datanya meski PDNS gagal, kata Hadi.
“Jadi secara operasional data center nasional berfungsi sementara, (kemudian) ada yang gagal, masih ada yang backup, yaitu ada DRC (Disaster Recovery Center) atau hot site di Batam yang bisa memberikan interaktif otomatis. “Layanan gate, dan setiap pemilik data center punya backupnya, jadi minimal ada tiga sampai empat layer backup,” ujarnya.
Hadi mengatakan, data yang disimpan juga disimpan di cloud cadangan yang dijamin dengan zonasi.
Jadi datanya bersifat publik, lalu data seperti statistik disimpan di cloud, jadi tidak perlu PDN, kata Hadi.
Seperti yang diumumkan sebelumnya, pemerintah akan memprioritaskan pemulihan data yang didukung oleh lembaga pemerintah. Hingga Rabu (26/6), sebanyak 44 penyewa pemerintah dari total 282 penyewa tinggal di PDNS 2.
Sedangkan lima layanan pemerintah yang dianggap normal: Layanan Perizinan Acara (Kemenko Marves), Layanan Imigrasi (Kemenkumkham), Layanan Sikap (LKPP), Sihalal (Kemenag), dan ASN Digital (Kota Kediri). Simak video “Merefleksikan Runtuhnya PDNS, Para Ahli Ingatkan Pentingnya Backup Data” (agt/fay)