Jakarta –

Banyak orang tua yang masih belum sepenuhnya mempertimbangkan bahaya anak terkena timbal atau timbal hitam. Timbal merupakan logam berat yang biasa digunakan dalam pembuatan baterai, produk logam, cat, dan pipa polivinil klorida (PVC).

Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2020, diperkirakan lebih dari 8 juta anak di Indonesia memiliki kadar timbal dalam darah (BTD) melebihi nilai yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu lebih dari 5%. juta. μg/dL. Tentu saja, paparan melebihi tingkat ini mengancam kesehatan anak-anak yang lebih rentan.

D. adalah dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Irene Yuniar, SpA(K) mengungkapkan dampak paparan timbal terbagi menjadi ringan dan berat. PhD. Erin mengatakan, kontak semacam itu bisa terjadi di mana saja, termasuk di mainan anak.

Pada anak-anak, paparan timbal ringan dapat menyebabkan sakit perut, kesulitan buang air besar, atau sebaliknya diare. Pada saat yang sama, paparan timbal dalam kadar yang sangat tinggi dapat menyebabkan gangguan sistem saraf pusat pada anak-anak.

“Ada juga penyakit yang paling serius, yaitu penyakit sistem saraf pusat. Mulai dari perubahan perilaku dan berakhir dengan anak-anak yang mungkin mengalami koma dan kehilangan kesadaran parah,” kata dr Irene yang berbicara di Jakarta Selatan, Jumat. (13 Desember 2024) Disambut oleh tim media.

Dr Irene menjelaskan, paparan timbal tidak menimbulkan gejala yang khas. Hal ini berarti bahwa gejala paparan timbal sering kali disalahartikan dengan masalah kesehatan lainnya, seperti infeksi, keganasan, atau masalah metabolisme lainnya.

Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter spesialis untuk mengetahui apakah gejala kesehatan anak ada kaitannya dengan keracunan timbal.

Hal serupa juga disampaikan MKM Dr Anas Ma’ruf, Manajer Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Paparan timbal, yang sering diabaikan, sangat berbahaya bagi anak-anak, ibu hamil dan menyusui, katanya.

Pada kesempatan yang sama, Anas mengatakan, “Timah merupakan salah satu logam berat yang terdapat pada mainan, kosmetik, dan lain-lain. Timbal dapat mempengaruhi ibu hamil dan menyusui, mempengaruhi tumbuh kembang, dan kecerdasan.”

Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bersama lembaga lain akan melaksanakan pemantauan kadar timbal dalam darah (BCDT) tahap pertama. Hasil dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar dampak paparan timbal terhadap Indonesia.

Surveilans ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk mengidentifikasi kebijakan dan respons kesehatan terkait paparan timbal, permasalahan yang hingga saat ini belum ditangani secara memadai.

Pemantauan dijadwalkan akan dimulai antara bulan Januari dan Juli dan diharapkan selesai pada bulan Oktober 2025. Pemantauan tahap pertama direncanakan di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Tonton “Video: IDAI bilang anak gemuk belum tentu sehat” (avk/kna)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *