Jakarta –
Masuknya Starlink ke pasar belanja online Indonesia masih menjadi perbincangan. Permasalahan terkini adalah biaya izin frekuensi radio (BHP) yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dibayarkan kepada negara.
Analis telekomunikasi STEI ITB Agung Harsoyo mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, pengguna telepon dalam negeri banyak berinvestasi, mulai dari penggunaan jaringan fiber optik, membangun menara telekomunikasi, hingga membangun peralatan di telepon.
Belakangan diketahui investasi Musk di Indonesia melalui Starlink hanya sebesar 30 miliar rupiah. Dibandingkan dengan raksasa teknologi serupa lainnya seperti Apple dan Microsoft, ini hanyalah surga dan bumi.
Agung dalam keterangannya, Rabu (19 Juni 2024), mengatakan jika perusahaan telekomunikasi bangkrut atau investor telekomunikasi hengkang dari Indonesia, maka nilai modal Starlink akan sebanding.
Agung mengatakan Starlink hanya membayar biaya administrasi yang sangat murah. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hanya membayar Starlink untuk BHP Izin Stasiun Penyiaran Satelit (ISR) dan juga harga unit satelit dengan nilai maksimal Rp 2 miliar per. tahun. .
Bahkan, layanan internet satelit ini memiliki lebih dari 200 koneksi sinyal internet di Indonesia. Sementara itu, BHP Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) yang lahir dari pengguna telepon seluler dan disalurkan ke APBN pada tahun 2023 akan mencapai 21,1 triliun rupiah.
Agong mengatakan, sesuai dengan jumlah satelit yang diluncurkan Indonesia, seharusnya Starlink berada di bawah kewenangan BHP Billiton. Begitu pula dengan operator satelit nasional yang dikenakan BHP Billiton ISR berdasarkan jumlah pemilik satelit. Agung meyakini perubahan perhitungan ISR BHP Starlink dapat meningkatkan PNBP negara dan menciptakan pasar yang kompetitif.
“Jika kedepannya menggunakan layanan seluler langsung, pemerintah harusnya bisa menggunakan Starlink dan BHP IPFR sebagai operator selulernya,” kata Agung.
Menurut Direktur BRTI periode 2018-2021 ini, nyatanya perusahaan telekomunikasi nasional tersebut tidak akan melawan dan siap bersaing dengan perusahaan besutan Elon Musk tersebut. Saat ini kondisi perusahaan telekomunikasi di Indonesia kurang sehat dan biaya pengelolaannya masih tinggi, lebih dari 15%. Walaupun kesehatan awal kurang dari 8%.
“Kalau operator telekomunikasi ingin bisa bersaing, harus menyehatkan bisnisnya terlebih dahulu. Asosiasi Telekomunikasi sudah menyiapkan rencana dan program untuk mendongkrak bisnis tersebut. Namun hingga saat ini, pemerintah belum mendapat respon yang baik,” pungkas Agung. Saksikan video “Dari uji coba Starlink akan diuji di IKN” (agt/fay)