Jakarta –

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai didakwa menggunakan 9 mobil mewah milik pengusaha Kenneth Koh Kiek Loon asal Malaysia. Koh Kiek Lun adalah direktur Speedline Industries Sdn Bhd dan melaporkan biaya bea dan cukai Soekarno Hatta kepada Kejaksaan Agung Indonesia.

Terkait kasus ini, Kepala Kantor Umum Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hattan Gatot Sugeng Wibowo menjelaskan kronologisnya. Kasusnya bermula pada 2019-2020 ketika 9 mobil mewah masuk ke Indonesia menggunakan ATA (Admission Temporaire/Temporary Admission) Carnet.

“Saat ini yang diimpor sementara adalah 9 mobil mewah dengan prosedur impor sementara “ATA Carnet,” ujarnya dalam keterangan yang diterima detikcom, Selasa (5/7/2024).

Kemudian pada tahun 2021, dokumen ATA Carnet akan habis masa berlakunya. Kemudian pada Maret 2022, Bea Cukai Soetta mengirimkan surat pemberitahuan persyaratan jaminan Carnet kepada Kamar Dagang Indonesia (KADIN) untuk menyegel barang tersebut.

Terkait dengan berakhirnya dokumen ATA Carnet, pihak Bea dan Cukai Soekarno-Hatta mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kamar Dagang Indonesia (KADIN) tentang persyaratan jaminan Carnet. Produk disegel untuk melindungi produk, katanya.

Kemudian, pada September 2022 atau 6 bulan setelah pengajuan klaim kekurangan keamanan uang, Bea Cukai Soetta menerbitkan 9 Surat Keputusan Sanksi Administratif (SPSA) terhadap 9 mobil. Total dendanya adalah AMD 8.898.930.000.

Pada bulan Desember 2022, hingga akhir pembayaran SPSA, pembayaran belum dilakukan. Oleh karena itu, pihak Bea dan Cukai akan beralih ke mekanisme penagihan aktif dengan menerbitkan surat teguran pada 5 Desember 2022.

“Sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran SPSA (60 hari sejak diterbitkan SPSA), pembayaran belum dilakukan sehingga dilanjutkan dengan mekanisme penagihan aktif dengan menerbitkan surat peringatan pada tanggal 5 Desember 2022,” jelasnya.

Kemudian, dalam jangka waktu 21 hari sejak surat teguran diterbitkan, pembayaran tetap belum dilakukan. Bea dan Cukai Soetta mengeluarkan surat penindakan pada 26 Desember 2022.

Pada bulan Maret 2023, biaya belum dibayarkan hingga 2×24 jam setelah surat penindakan diserahkan. Oleh karena itu, proses tetap dilanjutkan dengan penerbitan Forfeiture Execution Order (WOR) pada 16 Maret 2023.

“Selama pembayaran tagihan dapat dilakukan dalam waktu 2X24 jam setelah penyerahan surat paksa, maka proses dilanjutkan dengan Surat Perintah Penyitaan (BPM), APPA akan diterbitkan pada 16 Maret 2023,” dia menambahkan.

Pembayaran pada Mei 2024 belum terealisasi, dengan total rekening dan rincian bunga mencapai Rp 11,8 miliar pada Mei 2024. Menurut Gatot, tagihan tertinggi akan jatuh pada November 2024 yakni Rp 13,1 miliar.

“Dengan tidak adanya pembayaran pada Mei 2024, maka total tagihan dan bunga Mei 2024 sebesar Rp 11,8 miliar. Pada November 2024, tagihan tertinggi sebesar 13,1 miliar dram,” tutupnya.

Tonton juga videonya. Pertumbuhan ekonomi RI telah melampaui pertumbuhan ekonomi AS-Jepang

(nyonya/da)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *