Jakarta –
Tingkat kesuburan Jepang diperkirakan akan terus menurun. Sakura baru-baru ini mencatatkan kesuburan terendah dengan 1,21 TFR atau Total Fertility Rate pada tahun 2023.
Angka tersebut, yang mewakili rata-rata jumlah anak yang diharapkan dimiliki seorang perempuan seumur hidupnya, berkurang 0,05 dibandingkan angka sebelumnya antara tahun 2005 dan 2022, menurut perhitungan Takaya Hoshino, ekonom di Dai-Chi Life Research Institute Jepang.
“Kemungkinan penurunannya akan memakan waktu delapan tahun,” ujarnya.
Penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh penurunan jumlah pernikahan selama pandemi COVID-19, yang turun sebesar 12 persen pada tahun 2020 dan 5 persen pada tahun 2021. Perubahan nilai yang dikendalikan secara sosial dan ketidakpastian ekonomi juga berkontribusi. Untuk mengakhiri pernikahan ini.
Angka kelahiran di Jepang pada tahun 2023 telah turun 5 persen ke rekor terendah yaitu 731.139 bayi. Perkiraannya menunjukkan bahwa krisis demografi Jepang memburuk lebih cepat dari perkiraan pemerintah.
Data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Jepang pada bulan Februari menunjukkan bahwa angka kelahiran nasional, termasuk kelahiran di luar negeri, berada pada rekor terendah yaitu 758.631 selama setidaknya delapan tahun. Kementerian akan merilis data resmi mengenai total tingkat kesuburan dan angka kelahiran Jepang pada awal Juni.
Tak hanya itu, jumlah rumah kosong dan terbengkalai juga semakin meningkat di Jepang. Menurut survei yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri pada Oktober tahun lalu, 9 lakh rumah kosong.
Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat dari 4,48 juta pada tahun 1993, dan pada tahun 205 diperkirakan 744 dari 1.729 kota di Jepang akan hilang karena penurunan populasi yang cepat, menurut laporan yang dikeluarkan oleh Dewan Strategis Kependudukan pada akhir bulan April. Tonton video “Jepang dan Korea Selatan mencatat rekor angka kelahiran terendah!” (kna/kna)