Jakarta –
Dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat memberikan tekanan pada rupee. Atas kondisi tersebut, Menteri BUMN Eric Thohir memerintahkan BUMN mengoptimalkan pembelian dalam dolar AS.
Ada kekhawatiran konflik yang berkembang di Timur Tengah akan berdampak pada BUMN. Hal ini terutama berlaku bagi BUMN yang bergantung pada bahan baku impor dan memiliki porsi utang luar negeri yang besar.
Utang luar negeri BUMN tercatat dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) Bank Indonesia (BI) edisi April 2024, seperti dikutip Detikcom, Senin (22/04/2024), Utang Luar Negeri Indonesia pada Pinjaman Luar Negeri (ULN) Februari 2024 tercatat. Menjadi $407,3 miliar, mewakili peningkatan tahun ke tahun sebesar 1,4%.
Utang luar negeri pemerintah mencapai $194,8 miliar pada Februari 2024, meningkat sebesar 1,3% dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, utang luar negeri swasta mencapai $197,4 miliar, atau turun 1,3% dibandingkan tahun lalu.
Dalam laporan tersebut, pinjaman BUMN termasuk dalam kelompok swasta ULN. Pada Februari 2024, utang luar negeri bank-bank milik negara tercatat sebesar $6,6 miliar, turun dari $8,0 miliar pada Februari tahun lalu.
Kemudian, pada Februari 2024, utang luar negeri pada lembaga keuangan pemerintah non-bank tercatat sebesar $1,8 miliar. Angka ini turun dibandingkan Februari 2023 yang sebesar $2,2 miliar.
Selain itu, ULN lembaga keuangan non-BUMN tercatat sebesar USD 40,6 miliar pada Februari 2024. Angka tersebut juga lebih rendah dibandingkan Februari 2023 yakni $42,9 miliar.
Sekadar informasi, Eric Thohir sebelumnya telah memberikan teguran kepada setiap BUMN di tengah kondisi dolar AS yang menguat menuju level Rp 16.200 terhadap rupee. Eric mengatakan, dirinya memerintahkan para pejabat BUMN untuk mengoptimalkan pembelian dalam dolar AS. Ia juga meminta BUMN melakukan perhitungan risiko keuangan secara detail.
“Kemarin saya ingatkan setiap perusahaan. Memang benar harus melakukan stress test dengan mengoptimalkan peluang yang berbeda-beda,” kata Eric, Sabtu (20/4) di Halalbihalal bersama media di Menteng, Jakarta Pusat.
Memburuknya situasi geopolitik global akibat konflik Iran-Israel dikhawatirkan akan berdampak negatif dan membebani BUMN. Hal ini terutama berlaku bagi perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor dan memiliki porsi besar utang luar negeri dalam mata uang dolar AS, seperti MIND ID, PLN, Pertamina, dan BUMN farmasi.
Namun, menurut Eric, tindakan perusahaan pelat merah tersebut akan disesuaikan dengan manajemennya. Sebab, perusahaan mempunyai pandangan berbeda terhadap penggunaan dolar AS. Tergantung keadaan belanja modal dan utang luar negeri.
“Antara (BUMN) Apotek, Mind ID, Garuda Indonesia, konteksnya berbeda-beda. Tergantung modal, operasional, utang, pendapatan rupiah atau dolar. Banyak kerumitannya,” jelasnya. (ACD/RRD)