Jakarta –
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai menuntut raksasa digital global Google atas tuduhan monopoli mulai Jumat (28 Juni 2024). Perusahaan telah angkat bicara mengenai masalah ini.
Kunal Soni, Direktur Kemitraan Ekspansi dan Kemitraan Ekosistem Google Play APAC, mengatakan kliennya menyambut baik seruan KPPU. Kunal menjelaskan, pihaknya akan transparan selama uji coba tersebut.
“Majelis Umum Dewan Pengawas Kompetisi (KPPU) saat ini sedang meninjau pengoperasian Google Play dan kami menyambut baik kesempatan untuk bekerja sama dengan KPPU sambil menunjukkan transparansi dan pilihan yang ditawarkan Android dan Google Play kepada pengembang dan menjelaskan kepada pengguna bagaimana platform kami bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” kata Kunal seperti dikutip dari situs resmi Google, Sabtu (29 Juni 2024).
Kunal menjelaskan, Indonesia selalu menjadi kawasan penting bagi perusahaan. Indonesia menjadi salah satu negara Asia Tenggara yang dipilih Google untuk mendirikan kantor.
Kunal mengatakan pengembang Indonesia telah melihat kesuksesan besar di platform Google sejak hadir pada tahun 2011. Saat ini, lebih dari 10.400 pengembang Indonesia aktif mengelola 33.800 aplikasi live di Google Play.
“Di tingkat lokal, kami menciptakan sekitar 197.000 lapangan kerja langsung dan tidak langsung,” jelasnya.
Usai memaparkan hal tersebut, Kunal mengklarifikasi beberapa poin terkait permasalahan yang ada. Pertama, dia mengatakan sistem pembayaran Google Play memungkinkan pengembang Indonesia berbisnis dengan aman dan lancar dengan pengguna di lebih dari 190 negara di dunia.
Ia mengatakan Google Play bekerja sama dengan berbagai penyedia layanan pemrosesan pembayaran untuk memungkinkan konsumen membeli aplikasi dan konten digital. Salah satunya adalah e-wallet daerah seperti Dana dan GoPay, serta operator telekomunikasi seperti Indosat dan Telkomsel.
“Konsumen Indonesia juga memiliki cara pembayaran yang berbeda di aplikasi Google Play. Faktanya, Indonesia adalah salah satu negara pertama yang menguji sistem yang memungkinkan pengguna memilih antara sistem pembayaran di Google Play dan sistem pembayaran yang ditawarkan oleh pengembang. .” Saya tidak mengerti.”
Kedua, Kunal mengklaim bahwa biaya Layanan Google Play adalah yang terendah di antara platform distribusi aplikasi besar lainnya. Sebagian biaya layanan yang dikenakan atas transaksi barang atau jasa digital pada aplikasi Google Play digunakan untuk mendanai pengembangan Android dan Google Play.
Model ini dinilai masuk akal dan bijaksana. Google hanya menghasilkan uang ketika pengembang berhasil menjual produknya. Menurut Kunal, dengan cara ini kepentingan Google selaras dengan kepentingan pengembang, dan perusahaan juga memiliki insentif yang kuat untuk terus berinvestasi pada platform guna mempromosikan monetisasi aplikasi.
“Sekitar 97% pengembang tidak perlu membayar biaya layanan, 99% memenuhi syarat untuk mendapatkan biaya layanan sebesar 15% atau kurang. “Kami melakukan ini meskipun manfaat yang kami berikan kepada pengembang semakin meningkat,” katanya.
Ketiga, Google terus berupaya memberikan dukungan keamanan digital kepada pengembang. Pada tahun 2023, perusahaan akan memblokir 2,28 juta aplikasi yang melanggar aturan di Google Play. Selain itu, Google Play Protect memindai miliaran aplikasi di miliaran perangkat Android setiap hari, melindungi pengguna dari ancaman seperti malware dan software yang tidak diinginkan, baik aplikasi tersebut diunduh dari Google Play atau di tempat lain.
Keempat, Google Play terus berinvestasi besar-besaran dalam dukungan pengembang. Setelah aplikasi diinstal, perusahaan juga mendukung pembaruan aplikasi rutin. Pemberdayaan juga diberikan kepada pengembang aplikasi dan game lokal melalui Google Play Academy Study Jams dan Program Pelatihan Pengembang Game Google Play-Unity.
“Kami juga menawarkan koleksi khusus ‘Made in Indonesia’ di Google Play untuk membantu mereka membangun bisnis yang sukses,” ujarnya.
Kelima, Kunal mengatakan perangkat Android di Indonesia hadir dengan lebih dari satu platform distribusi aplikasi secara default. Secara opsional, pengguna dapat menginstal platform penerapan aplikasi lainnya. Pengembang juga dapat mendistribusikan aplikasi langsung ke pengguna Android dari situs pribadi mereka, melewati platform distribusi aplikasi, dalam proses yang disebut sideloading.
Menurut Kunal, Android dan Google Play menawarkan lebih banyak pilihan dan keterbukaan dibandingkan platform distribusi aplikasi besar lainnya. Google Play juga menjadi model yang baik bagi pengembang dan konsumen Indonesia.
“Kami akan terus berupaya menciptakan platform yang melindungi keamanan pengguna, bekerja sama dengan pengembang untuk memajukan bisnisnya, serta menjaga ekosistem Android tetap sehat dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tutupnya. (fdl/fdl)