Jakarta –
Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panya tentang Restrukturisasi dan Restrukturisasi BUMN dengan Komisi VI DPR RI. Dalam pertemuan tersebut, Yadi menyampaikan permasalahan yang dihadapi sejumlah besar BUMN.
Salah satu yang dijelaskan Yadi adalah PT Barata Indonesia (Persero) yang gagal mengubah perusahaan dari rugi menjadi untung meski terus melalui penangguhan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
“Ini termasuk Barata. Jadi pekerjaan PKPU di Barata sudah kami selesaikan. Namun setelah PKPU hingga saat ini perusahaan belum bisa berbalik arah,” ujarnya dalam rapat di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Senin (24/6/2024).
Bahkan setelah perusahaan melakukan restrukturisasi utang, jumlah utang yang timbul masih tinggi. Yadi mengatakan, utang tersebut bukanlah utang baru, melainkan utang yang sudah ada sebelumnya.
Menurutnya, pihaknya telah berganti kepemimpinan dan Danarexa fokus menjalankan operasional minimal. Fokusnya adalah menyelesaikan utang-utang perusahaan.
“Dan sepertinya kita sudah restrukturisasi semuanya setelah PKPU, setelah PKPU banyak tambahan utang dari masa lalu. Ini bukan hal baru, tapi masa lalu. Kami bahkan mengganti papan di sana. Nah itu tujuan kami, Barata akan kami ubah menjadi minimal operasi,” jelasnya.
Berdasarkan catatan detikcom, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) sebagai PPA pada tahun 2021 telah menyelesaikan salah satu langkah restrukturisasi PT Barata Indonesia (Persero) melalui skema penangguhan utang (PKPU). Hal itu dipertegas dengan putusan homologasi Pengadilan Negeri Surabaya pada 6 Desember 2021.
PKPU Barata merupakan langkah awal perusahaan untuk kembali fokus pada bisnis intinya di sektor manufaktur Indonesia. Akibat keputusan homologasi tersebut, Barata berpeluang menunda kewajibannya sebesar Rp4 triliun sehingga membuat modal perseroan positif Rp510 miliar dari sebelumnya minus Rp181 miliar.
(ily/rd)