Jakarta –
Sebagai kota tujuan urbanisasi, Jakarta telah lama menjadi rumah bagi beragam budaya. Penduduk Betawi terbiasa dengan hal-hal baru dan sangat terbuka.
Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi, Beki Mardani mengatakan, setidaknya budaya Betawi yang mendukung toleransi berkontribusi terhadap model sosial masyarakat multietnis Jakarta. Sehingga keharmonisan bisa tetap terjaga.
“Nilai-nilai Betawi banyak berkontribusi bagi Indonesia dengan nilai-nilai itu, terbuka, mau menerima. Bisa dibayangkan, misalnya (ibu kota) pindah ke IKN, harus ada jarak antara pendatang dan masyarakat di sini. yang lebih parah lagi “Kesenjangan budaya akan terjadi”, kata Beki.
Menurut Beki, kesenjangan budaya tidak bisa dianggap remeh karena dampaknya bisa sangat berbahaya. Salah satu fakta yang muncul adalah konflik antara kelompok pendatang dan masyarakat adat yang tinggal di wilayah berbeda.
Menurut Beki, kesenjangan budaya disebabkan oleh perbedaan ekonomi, namun dalam banyak hal.
Ada kesenjangan di Jakarta, tapi tidak kentara karena hakikat nilai budaya Betawi adalah ramah tamah, toleran, terbuka, kata Beki.
Beki mengatakan, nilai-nilai budaya masyarakat Betawi telah diwariskan kepada sebagian pendatang. Oleh karena itu, secara tidak langsung para warga pendatang ikut menjaga dan melestarikan budaya Betawi.
Ketua Umum Silat Cingkrik Rawa Belong Robi Indra mengamini pendapat Beki. Pria bernama Robin ini mengatakan, tidak hanya masyarakat Betawi yang melestarikan budaya silat Betawi di daerahnya, namun para pendatang yang sudah lama hidup pun ikut jatuh cinta dengan budaya Betawi.
“Bukan hanya mereka yang keturunan (Bétawi), tapi yang tinggal dan benar-benar bertempat tinggal di Jakarta juga bisa dikatakan orang Betawi. Karena orang yang mencintai budaya dan mengembangkan budaya itu disebut juga Betawi, maka ada juga orang Betawi yang tidak. dikembangkan – kata Robin.
Masih dalam konteks yang sama yakni pembukaan, dengan kemungkinan mengunjungi kawasan Setu Babakan Zona C. Terdapat pohon matoa yang menjulang tinggi tinggal menunggu waktu panen.
Staf Bidang Penyelenggaraan Pendidikan, Penerangan dan Pelayanan Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi (UPKPBB) Setu Babakan, Jaka Yudha mengatakan, pohon matoa yang berbuah mempunyai nilai filosofis.
“Pohon matoa ini berbuah walaupun hanya satu, dan bukan pohon asli Betawi. Bisa dibilang tanah Betawi cocok untuk semua yang datang dan akhirnya berkembang,” kata Bang Jak. Saksikan video “Matrojih, Pelestarian Golok Betawi” (upd/fem)