Tokyo –
Pemerintah Jepang berencana memperkenalkan sistem penyaringan khusus bagi wisatawan bebas visa. Jangan sampai salah dengan turis Indonesia.
Menurut laporan The Strait Times pada Rabu (4/9/2024), sistem tersebut diperkenalkan untuk mengurangi jumlah pengunjung asing yang menginap di negara tersebut.
Pengunjung biasanya dapat tinggal di Jepang antara 14 dan 90 hari, tergantung pada paspor mereka.
Sistem ini untuk sementara disebut Jesta, meniru Sistem Otorisasi Perjalanan Elektronik (Esta) yang dibuat oleh Amerika Serikat untuk tujuan kontra-terorisme.
Pemerintah Jepang berencana menerapkan sistem ini pada tahun 2030, yang akan berlaku bagi pengunjung dari negara bebas visa.
Pengunjung diminta untuk menyatakan informasi seperti tujuan masuk dan tujuan yang dituju secara online sebelum melakukan perjalanan ke Jepang. Jika pengunjung ditandai berisiko tinggal secara ilegal, mereka harus mendapatkan visa reguler.
Saat ini, pengunjung dari 71 negara dan wilayah tidak memerlukan visa untuk bepergian ke Jepang. Negara-negara tersebut antara lain Singapura, Malaysia, Indonesia, Australia, dan Selandia Baru.
Pada bulan Juli, Organisasi Pariwisata Nasional Jepang memperkirakan 17,78 juta wisatawan mengunjungi Jepang pada paruh pertama tahun 2024. Pada bulan Juni saja, jumlah pengunjung mencapai 3,1 juta, bulan keempat sejak melampaui angka 3 juta.
Negara ini diperkirakan menarik 31,9 juta pengunjung pada tahun 2019, sebelum merebaknya pandemi Covid-19. Badan Pariwisata Jepang memperkirakan jumlah pengunjung akan mencapai 35 juta pada tahun 2024, sebuah rekor bagi negara tersebut. Tonton video: “Gempa M 7,1 mengguncang Jepang, diperkirakan terjadi tsunami 1 meter” (bnl/fem)