Jakarta –
Ekonom dan pendiri teori keunggulan komparatif, David Ricardo, menulis buku berjudul Prinsip Ekonomi Politik dan Perpajakan. Menurut David, negara-negara harus fokus pada produksi barang-barang yang biaya peluangnya lebih rendah dibandingkan negara lain.
Dengan berfokus pada produksi barang-barang yang memiliki keunggulan komparatif, suatu negara dapat meningkatkan efisiensi dan margin keuntungan serta mencapai hasil material yang lebih tinggi.
Tak heran jika teori ini banyak digunakan di berbagai negara di dunia. Bahkan banyak brand ternama yang bekerjasama untuk memproduksi barangnya di negara-negara berkembang seperti Vietnam, Myanmar, Sri Lanka dan lain-lain. Hal ini dilakukan karena kami ingin mengincar biaya produksi yang lebih murah sehingga margin yang dihasilkan lebih optimal.
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menjelaskan melalui perintah kepada Perum Bulog, pemerintah akan mulai menerapkan hal tersebut seiring dengan kerja sama ekonomi dan investasi pangan yang sedang dijajaki dengan negara Kamboja.
“Kami siap menjalankan tugas ini, termasuk berkomunikasi dengan beberapa pelaku bisnis beras di Kamboja. Hal ini tidak hanya untuk memperluas cakupan geografis, tetapi juga untuk mewujudkan keunggulan kompetitif dalam rantai pasok beras untuk menjamin ketahanan pangan di Indonesia,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (19 Juni 2024).
Menjadi pemimpin terpercaya dalam rantai pasok pangan merupakan salah satu visi transformasi Perum Bulog yang baru saja diluncurkan. Dengan pengalaman selama 57 tahun di bidang distribusi pangan, Perum Bulog tidak diragukan lagi merupakan pemimpin dalam rantai pasok pangan, khususnya beras, di Indonesia.
Namun sepanjang sejarahnya, Perum Bulog kerap terpengaruh oleh berbagai rumor, seperti permasalahan terkait impor, kerja sama ekonomi, dan investasi pangan. Masyarakat masih membutuhkan edukasi dan informasi yang cukup mengenai rantai pasok pangan. Termasuk mekanisme ekspor-impor, dimana terdapat istilah konsinyasi dan demurrage yang saat ini sedang menjadi perbincangan hangat di beberapa pemegang asuransi pangan.
Terkait hal tersebut, salah satu pakar pangan Indonesia, Tito Pranolo menjelaskan, biaya demurrage dan biaya pengiriman merupakan hal yang lumrah saat memproses barang impor.
“Demurrage adalah denda atas keterlambatan bongkar, sedangkan pengiriman adalah bonus karena barang lebih cepat dibongkar. Jadi sebenarnya pembahasan tentang demurrage tidak lengkap tanpa membahas perusahaan pelayarannya. Sebab keduanya tentunya memiliki pengalaman Perum BULOG sebagai operator eksekutif yang mendapat amanah dari pemerintah untuk melakukan impor beras, dan “Perum BULOG tidak pernah membebani masyarakat melalui hal tersebut,” lanjutnya.
Tito menambahkan, banyak faktor yang menyebabkan demurrage. Termasuk keterlambatan pengiriman barang dari supplier dan kondisi cuaca. Krisis iklim juga mendapat perhatian dari Direktur Climate Reality Project Indonesia dan Ketua Omar Niode Foundation, Amanda Katili Niode.
“Kita saat ini berada di tengah-tengah polikrisis, dimana satu krisis mempengaruhi krisis lainnya seperti krisis ekonomi, krisis iklim, krisis pangan, dan lain-lain, sehingga kita tidak selalu bisa melihat hanya satu masalah dalam satu waktu, tapi semua masalah. dari mereka.” berjejaring: “Dan pengaruh manusia sangat besar, tetapi yang benar-benar menjadi sorotan saat ini adalah perubahan iklim,” kata Amanda.
Sementara itu, pakar hukum dan politikus PAN Shanti Dewi Mulyaraharjan mengatakan pemegang polis juga harus mendorong aparat penegak hukum untuk melakukan intervensi terhadap isu demurrage yang muncul.
“Sebaiknya legislatif yang mempunyai kewenangan mempertanyakan Bapanas dan Perum Bulog soal ini membahas dulu persoalan yang ada. Kita harus mengedepankan asas praduga tak bersalah. Agar mereka bisa bertanggung jawab kepada publik, diperlukan transparansi dan tenggat waktu yang jelas,” imbuhnya.
Direktur Transformasi dan Hubungan Antar Lembaga Perum Bulog Sonja Mamoriska melalui berbagai upaya memastikan Perum Bulog menjamin dan menjamin rantai pasok pangan atas nama ketahanan pangan nasional.
“Perubahan fungsi Perum Bulog dari waktu ke waktu tidak mengubah komitmen kami untuk tetap menjadi pemimpin terpercaya dalam rantai pasok pangan. “Kami juga terus meningkatkan pelayanan agar dapat lebih berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia, yang tentunya sejalan dengan empat visi transformasi kami,” tutup Sonia.
Saksikan juga videonya: Jokowi menunjuk Luhut sebagai pengelola Bulog untuk akuisisi bisnis beras di Kamboja
(ego/ego)