Jakarta –
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) Taruna Ikror mengatakan relatif tingginya harga obat di Indonesia bukan hanya disebabkan tingginya impor bahan baku. Menurut dia, masih banyak faktor lain yang menjadi motivasi mereka, antara lain kematangan perusahaan dalam memproduksi obat, termasuk menjaga kualitas dan kuantitas.
Sebagai contoh, obat-obatan di Indonesia, terutama merek generik atau khusus yang diproduksi oleh perusahaan farmasi Indonesia, harganya bisa mencapai lebih dari 100 persen dibandingkan sejumlah negara tetangga, termasuk Malaysia dan Singapura.
Taruna mengatakan, dari sekitar 200 perusahaan farmasi, baru satu yang sudah matang. Selebihnya didominasi oleh level 3 hingga 4.
“Kami selama ini beranggapan bahwa harga naik karena bahannya diimpor, bukan hanya karena faktor ini, ternyata ada faktor lain, termasuk faktor kematangan.
“Tentu saja, pada akhirnya, kita akan berasumsi bahwa membawa obat ke tingkat kematangan yang lebih tinggi akan mempengaruhi banyak hal, termasuk harga obat tersebut.”
Taruna mencontohkan, jika volume produksi bisa ditingkatkan terus, maka harga pasti akan terpengaruh.
“Misalnya kalau produksinya bagus pasti harganya turun, kalau produksinya terbatas maka harganya naik. Bagaimana produksinya bisa ditingkatkan, tidak hanya untuk pasar dalam negeri? Harusnya produksinya lebih banyak,” tuturnya. .
“Kalau dibuat lebih banyak, harganya akan turun, itu logika bisnis yang paling cerdas,” ujarnya.
Taruna mengatakan, pihaknya akan ikut serta dalam upaya menekan harga beberapa obat yang masih lebih mahal dibandingkan obat yang dijual di negara lain. Simak Video “Video: BPOM Selidiki Obat Herbal Berbahaya Pengiritasi Hati, Ini Daftarnya” (naf/kna)