Jakarta –

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM RI) Taruna Ikrar mengatakan, epidemi global sebagian besar adalah penyakit tidak menular. Hal serupa juga terjadi di Indonesia, dimana sekitar 73 persen penduduknya meninggal karena penyakit tidak menular seperti diabetes, kencing manis, stroke, dan kanker.

Sayangnya, beberapa penyakit tersebut sulit diobati, apalagi jika sudah menimbulkan masalah. Akibatnya, peluang kesembuhan biasanya tidak sebaik yang diharapkan.

Menurut Taruna, Indonesia perlu mulai beralih ke teknologi ‘upgrade’ atau teknologi pengobatan yang lebih maju, yakni produk obat buatan (ATMP). Terapi ini biasanya berbasis sel induk dan telah diterapkan di banyak negara berkembang seperti Jepang dan Korea Selatan. Hasilnya, pengobatan dapat dikontrol dengan menganalisis sel dan gen setiap pasien.

“Karena kalau hanya menggunakan obat-obatan atau obat kimia, yang sering kita obati adalah gejalanya, bukan obatnya,” kata Taruna Ikrar dalam jumpa pers di Senin (7/10/2024).

“Metode pengobatan telah berubah di seluruh dunia, dan produk biologis seperti ini akan mendominasi dunia.”

Taruna menjelaskan, ada empat perusahaan farmasi yang mengajukan pendaftaran proses pembuatan obat positif (CPOB). Masing-masing pendekatan penelitian teknologi ini terutama ditujukan untuk mengobati masalah kanker dan tulang.

Ia tak memungkiri, layanan semacam ini cukup mahal karena ‘biaya’ membangun satu apotek menghabiskan biaya ratusan miliar rupiah. Bagaimana perantara menggunakannya?

“Teknologi ini mahal, Biofarma mengeluarkan ratusan miliar untuk mengembangkannya, Daewong juga sama, teknologi baru masih mahal. Tapi beginilah, kalau diproduksi secara luas harganya akan turun,” ujarnya. setiap .

Menurut Taruna, banyak perusahaan farmasi yang menjanjikan produksi massal. Ia menekankan bahwa jalur investasi untuk mencapai teknologi canggih ini masih panjang.

Diperlukan hasil uji klinis yang menunjukkan khasiat yang signifikan terlebih dahulu, sebelum mendapat persetujuan edar dari BPOM RI. Meski begitu, Taruna yakin, ada banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk memudahkan masyarakat mengakses teknologi kedokteran tersebut.

“Apakah pemerintah atau BPJS bisa membantu nanti, itu akan dibicarakan,” tutupnya.

Misalnya, ATMP yang sudah mendapat persetujuan CPOB sebagian adalah farmasi. Harganya pun sangat mahal, mulai dari sepuluh hingga ratusan juta rupiah. Pengobatan ini dinilai inovatif karena bertujuan untuk menyembuhkan segala penyakit dan membebaskan banyak pasien dari ketergantungan obat. Simak Video “Video: BPOM Kaji Obat Herbal Perangsang Jantung Berbahaya, Ini Daftarnya” (naf/kna)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *