Jakarta –
Belakangan ini banyak review influencer kosmetik atau pembuat konten yang dipublikasikan di jejaring sosial. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia mencatat, di satu sisi, adanya tinjauan ini berdampak positif dalam mengedukasi masyarakat tentang keamanan, manfaat, dan mutu kosmetik.
Namun di sisi lain, BPOM juga mencatat beberapa pemeriksaan yang dilakukan tidak tuntas bahkan melanggar ketentuan. Fenomena konten review produk kosmetik sangat bervariasi.
Kontennya mulai dari edukasi penggunaan kosmetik yang aman dan sesuai dengan kondisi kulit, hingga ulasan hasil self-test yang dilakukan influencer atau pembuat konten terhadap produk kosmetik tertentu yang diduga mengandung bahan berbahaya atau klaim berlebihan.
Ulasan-ulasan ini disajikan berdasarkan tren untuk menarik perhatian masyarakat dan mempengaruhi preferensi mereka dalam memilih produk kecantikan.
Sesuai dengan peraturan, pernyataan hasil analisis laboratorium bersifat rahasia bagi penanggung jawab dan tidak boleh dipublikasikan.
Pemegang izin edar sebagai penanggung jawab dapat melakukan pengujian terhadap produk yang dimilikinya untuk kepentingan dirinya sendiri di laboratorium yang terakreditasi, agar kosmetika tersebut selalu memenuhi persyaratan.
Kewenangan mempublikasikan hasil pemantauan produk kosmetik sepenuhnya berada pada BPOM, kata Direktur BPOM Taruna Ikrar. Izin ini sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Bagi pihak yang tidak berwenang mengembalikan hasil tes virus, tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran dan akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk proses hukum.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, pihak yang dengan sengaja atau melawan hukum menggunakan rahasia dagang pihak lain dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta.
Selain itu, beauty influencer/content kreator juga kerap memberikan pernyataan “endorsement” terhadap produk yang mereka review. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran karena dapat menimbulkan kebingungan dan mempengaruhi keputusan masyarakat dalam memilih produk kosmetik.
“Hanya BPOM sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan yang berhak menyatakan produk kosmetik ‘disetujui’,” kata Taruna.
“Izin dan pengawasan pasca peredaran kosmetika merupakan unit yang kompetensinya berkaitan dengan kompetensi yaitu BPOM. Untuk itu BPOM akan melakukan pengawasan terhadap pihak-pihak yang menyatakan produk kosmetik ‘disetujui’,” kata Taruna Ikrar.
Sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengawasi peredaran kosmetik, BPOM berkomitmen menjalankan tugas dan fungsinya tanpa kecuali terhadap semua pihak yang terlibat dalam peredaran kosmetik.
Langkah yang dilakukan BPOM antara lain dengan memperketat pengawasan, pemberantasan kejahatan, pengawasan teknis terhadap pelaku ekonomi, serta komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat tentang kosmetika yang aman, bermanfaat dan berkualitas.
“Kami secara rutin menyampaikan hasil pengujian produk kosmetik yang menimbulkan risiko kesehatan setelah serangkaian kegiatan pemantauan yang komprehensif,” tambahnya.
Penemuan pelanggaran perdagangan kosmetik suntik, kosmetik Stamina, dan kosmetik dengan bahan berbahaya seperti kosmetik merek Lameila membuktikan BPOM bekerja meski tidak viral di media sosial, lanjut Taruna Ikrar.
Direktur BPOM mengimbau para influencer atau pembuat konten kecantikan untuk lebih fokus pada edukasi masyarakat dan menghilangkan motif lain dalam postingannya, seperti persaingan komersial, mencari popularitas, atau mencari keuntungan.
Adanya alasan-alasan lain tersebut berpeluang menimbulkan pelanggaran-pelanggaran yang meresahkan masyarakat dan terutama persaingan tidak sehat antar pemain dalam negeri di bidang kosmetik.
Meningkatnya review para beauty influencer/content kreator dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk kecantikan lokal, jika tidak dilakukan dengan benar.
“BPOM tentu tidak akan tinggal diam terhadap permasalahan ini. Kami akan bekerja sama dengan Polri untuk memberantas pelanggaran pemeriksaan kosmetik yang tidak tuntas dan tidak memenuhi ketentuan tersebut,” imbuhnya.
“Apa yang kami lakukan agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat dan berisiko menurunkan daya saing produk kecantikan lokal,” kata Taruna Ikrar. Tonton video “Video: Tingkat Penyalahgunaan Ketamin Mencapai Puncaknya di Bali” (suc/up)