Jakarta –

Read More : Video STY soal Piala AFF: Jika Bawa Timnas Senior, Saya Pastikan Juara

Industri roda empat di Indonesia akan menghadapi tantangan berat di tahun mendatang. Ketika penjualan mobil menurun akibat berkurangnya daya beli, para pekerja di industri terkait menuntut kenaikan upah minimum (UMR).

Menurut Kukuh Kumara, Sekretariat Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Sekum) (Gaikindo), penjualan mobil di dalam negeri mengalami penurunan selama setahun terakhir. Situasinya mungkin lebih buruk tahun depan karena adanya PPN 12 persen dan peluang pajak.

Namun di tengah situasi ini, perusahaan kebingungan mengenai persyaratan gaji pekerja di masing-masing sektor.

“Banyak (pekerja) industri otomotif di Jawa Barat yang minta dikembangkan UMR. Ini sangat menyulitkan industri kita,” kata Kukuh Kumara dalam forum diskusi di Gondandiya, Jakarta Pusat, baru-baru ini.

Ketika penjualan mobil sedang lesu, tidak hanya menaikkan gaji, tapi juga memastikan tidak ada PHK besar-besaran, merupakan sebuah solusi yang saling menguntungkan. Hal ini disebabkan karena masih banyak karyawan yang tenaganya tidak diperlukan ketika produktivitasnya menurun.

“Yang saya khawatirkan adalah penurunan produksi yang akhirnya berdampak pada angkatan kerja. Kita tidak mau itu terjadi. Sekalipun kita berpenduduk 1,5 juta orang, kita tidak ingin nasib kita seperti Thailand. (Yang bekerja) di industri ini,” katanya.

Kukuh mengatakan, pengesahan PPN 12 persen dan insentif perpajakan akan membuat “perjuangan” industri otomotif semakin ketat pada tahun depan. Padahal, jika keduanya digabungkan, kecil kemungkinan penjualan akan turun sebanyak 500.000 unit selama pandemi.

“Kalau ini diterapkan tentu penurunannya akan drastis. Tahun ini saja kita ubah targetnya dari satu juta unit menjadi 850 ribu unit. Kalau ada kemungkinan pajak dan PPN sebesar 12 persen, kita bisa. pandemi, sekitar 500 ribu. Ini tentu pengurangan produksi, ujarnya.

Opsi perpajakan tersebut akan berlaku mulai 5 Januari 2025. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Melalui kebijakan tersebut, Pemprov dapat memungut pendapatan dari pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB). Sementara itu, pemerintah kabupaten/kota memungut Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Meskipun tujuan utamanya adalah untuk menyelaraskan pembagian keuntungan, ketidakpastian penerapannya di tingkat regional dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri otomotif.

“Ketika ada pertumbuhan di satu daerah, maka ada peluang untuk membeli di daerah lain. Kami memperkirakan peluang 1 persen berdampak pada penurunan penjualan sekitar 10 persen,” ujarnya.

“Kalau pertumbuhannya lima persen, penurunannya sampai 23 persen. Malah pertumbuhannya lebih dari 5 persen. Naik 1 persen belum termasuk PPN,” imbuhnya.

Sementara itu, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen akan diterapkan mulai 1 Januari 2025. Penerapan PPN ditingkatkan menjadi 12 persen berdasarkan Undang-Undang Nomor 2021 tentang Harmonisasi Peraturan (UU) Perpajakan. Simak Videonya: Pendapat Menaker tentang Perkembangan Upah Minimum 2025 (sfn/rgr)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *